Jokowi Ingin Marah karena Ruwetnya Birokrasi PLN dan Pertamina
Investasi di Indonesia masih terganjal masalah klasik seperti birokrasi, Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengaku ingin marah dan tampak kesal dalam video yang diunggah Sekterariat Presiden di Youtube, Sabtu (20/11).
Dia menyatakan banyak pihak yang mengantre untuk berinvestasi ke Indonesia, khususnya ke perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti Pertamina dan Perusahaan Listrik Negara alias PLN. Hal itu disampaikan Presiden dalam arahannya kepada Komisaris serta Direksi Pertamina dan PLN, di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa (16/11) dan diunggah pada kanal Youtube Sekretariat Presiden, Sabtu (20/11).
“Ruwetnya ada di birokrasi kita dan BUMN kita sendiri. Kadang-kadang saya ingin marah ke sesuatu yang saya tahu gampang, tapi sulit dilakukan, kok tidak jalan-jalan,” kata Presiden.
Seiring perubahan yang sangat cepat, Jokowi juga meminta BUMN tidak mengulur-mengulur rencana investasi yang sudah disepakati. Kesempatan berinvestasi di Pertamina dan PLN terbuka sangat lebar, jika para pejabat tersebut terbuka dan membuka pintu lebar-lebar. Keterbukaan itu pula yang diharapkan Presidan dalam Undang-Undang Ciptakerja.
Jokowi mencontohkan, Pertamina, sudah bertahun-tahun perusahaan minyak asal Rusia, Rosneft ingin berinvestasi di Tuban. Nilai investasinya ditaksir sangat besar sekitar Rp 168 triliun, namun realisasinya menurut Jokowi baru Rp 5,8 triliun.
"Tapi mereka ingin cepat, kitanya yang tidak ingin cepat," kata Jokowi.
Karena itu, dia meminta Pertamina dan PLN bisa menghitung konsekuensi dari setiap penugasan yang diberikan, serta dilakukan secara profesionalisme. Selain itu, sebagai BUMN melakukan penghitungan secara transparansi, terbuka, dengan kalkulasi dan hitung-hitungan yang logis.
“Itu nanti, kalau mau sekuritisasi akan ketahuan harganya kemahalan atau harganya sulit disekuritisasi,” katanya.
Selain itu, Presiden menegaskan tidak ingin penugasan dilakukan tanpa pengecekan dan kontrol. "Karena penugasan mikirnya enggak dicek, dikontrol. Itu nanti kalau mau sekuritisasi akan ketahuan. Karena apa, itu mentang-mentang ada penugasan terus numpang, ini yang harus kita hindari. Kalau kebangetan ya akan saya lakukan tindakan," ujar Presiden.
Dia menegaskan PLN dan Pertamina harus menjaga tata kelola dari setiap penugasan yang ada. BUMN ditekankan untuk tidak lagi 'numpangi' atau bersembunyi atas nama penugasan. Hal tersebut akan berdampak pada tata kelola yang tidak efisien dan procurement tidak benar.
“Itu kelemahan BUMN, kalau sudah ada penugasan itu menjadi tidak profesional, ada di situ. Titik lemahnya ada di situ sehingga profesionalismenya menjadi hilang," kata Presiden.
Sementara itu, Data World Economic Forum (WEF) dalam Global Competitiveness Report 2017-2018 menunjukkan kalau korupsi merupakan hambatan tertinggi untuk berbisnis di Indonesia dengan skor 13,8. Hal tersebut mengakibatkan berbisnis di Indonesia memiliki biaya yang tinggi karena praktik korupsi.
Selain itu, faktor yang menyebabkan terhambatnya bisnis di Indonesia adalah inefisiensi birokrasi pemerintah dengan skor 11,2, akses ke pembiayaan dengan skor 9,2, dan infrastruktur yang tidak memadai dengan skor 8,8. Adapun faktor penghambat kelima adalah tidak stabilnya kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dengan skor 8,6.
Di sisi lain, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat komponen investasi dalam Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku (ADHB) sebesar Rp 1.247,04 triliun pada kuartal II-2021. Artinya, investasi berkontribusi sebesar 29,86% dari total PDB nasional senilai Rp 4.175,84 triliun.