Sri Mulyani Bertemu Menkeu Turki & Mesir Curhat Dampak Perang Rusia
Perang antara Rusia dan Ukraina mengerek harga-harga komoditas, terutama pangan dan energi secara global. Meski Indonesia merasakan imbasnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut, banyak negara yang merasakan dampak lebih parah, yakni Turki dan Mesir.
Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan DPD RI bercerita, baru bertemu dengan menteri kedua negara berkembang tersebut dalam pertemuan tahunan Bank Pembangunan Islam (IsDB) di Mesir belum lama ini. Berbeda dengan Indonesia, pemerintah Mesir dan Turki tidak sepenuhnya menyerap kenaikan harga-harga komoditas. Alhasil, inflasi konsumen di dua negara tersebut menjulang.
"Saya bicara dengan banyak menkeu. Dengan menkeu Turki soal inflasi dalam negerinya yang mencapai 73,5%, sedangkandi Indonesia 3,5%. Mereka mengatakan bahwa harga-harga energi tidak diabsorb, di-pass-through sehingga inflasi langsung naik," kata Sri Mulyani, Selasa (7/6).
Ia juga berbincang dengan menteri keuangan Mesir perkara lonjakan harga pangan, terutama gandum. Mesir sangat brgantung atas pasokan gandum dari Ukraina dan Rusia dan perang telah menghambat pasokan ke negara tersebut. Saat ini, Mesir mencatatkan inflasi mencapai 13,1%.
Meski terkenal sebagai produsen migas dunia, Mesir juga menghadapi tantangan lonjakan harga energi. Namun, seperti halnya Indonesia, Sri Mulyani bilang Mesir juga memutuskan untuk mempertebal anggaran subsidi energi agar kenaikan harga-harga tidak ikut dirasakan masyarakat. Bedanya, kenaikan belanja tersebut menyebabkan defisit APBN Mesir kini bengkak lebih dari 6%. Sementara di Indonesia, defisit diperkirakan dapat ditekan lebih rendah dari target meski subsidi bengkak.
"Ini untuk memberikan perbandingan bahwa semua konsekuensinya ada di mana-mana," kata Sri Mulyani.
Meski pemerintah baru saja mengumumkan penambahan anggaran subsidi dan kompensasi energi Rp 350 triliun, momentum commodity boom membantu pendapatan negara ikut melonjak lebih tinggi. Sri Mulyani saat berbicara di depan anggota DPR beberapa waktu lalu memproyeksikan pendapatan negara diperkirakan Rp 420 triliun lebih tinggi daripada yang ditargetkan. Dengan perkiraan tersebut, defisit diperkirakan akan turun dari target sebelumnya 4,85% menjadi 4,5%.
Sri Mulyani menilai melindungi daya beli masyarakat dan pemulihan ekonomi menjadi aspek yang masih harus diamankan pemerintah. Sebagai implikasinya, beban untuk subsidi membengkak.