Ekonomi Cina Melemah Sejak Bulan Lalu, Apa Penyebabnya?

Aryo Widhy Wicaksono
19 Agustus 2022, 05:55
Seorang petugas keamanan bersiaga di depan Balai Agung Rakyat, Beijing, pada pembukaan Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Politik Rakyat China (CPPCC), Kamis (4/3/2021).
ANTARA FOTO/M. Irfan Ilmie/HP.
Seorang petugas keamanan bersiaga di depan Balai Agung Rakyat, Beijing, pada pembukaan Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Politik Rakyat China (CPPCC), Kamis (4/3/2021).

Pada akhir April lalu, CEO William R. Rhodes Global Advisors, William R. Rhodes, serta Direktur Eksekutif organisasi non-profit The Group of Thirty, Stuart Mackintosh, di CNBC menyebutkan adanya empat ancaman terhadap perekonomian Cina.

Ancaman itu meliputi sektor perumahan, kebijakan nol Covid-19 Cina, pinjaman utang luar negeri, hingga invasi Rusia ke Ukraina.

Untuk aksi gagal bayar sektor properti. Tahun lalu terdapat beberapa rekor gagal bayar di antara pengembang Cina, bahkan salah satu perusahaan pengembang perusahaan Evergrande.

S&P memperkirakan bahwa antara 20% dan 40% pengembang properti mungkin menghadapi gagal bayar. Sementara pengembang properti menyumbang 25-30% dari ekonomi Cina,

Ketika pasar perumahan Cina berguncang, efek dari kebijakan pandemi membuat masalah ekonomi menjadi lebih buruk.

Kebijakan nol-Covid di Cina, sejauh ini merupakan respons medis dan kesehatan masyarakat yang terberat dalam menghadapi pandemi. Sikap kaku Cina terhadap pencegahan penularan membuahkan hasil yang cukup bagus. Negara ini sebagian besar bebas dari Covid-19 pada periode 2020 dan 2021.

Ancaman ketiga merupakan tingkat suku bunga yang naik karena negara maju mencoba menahan laju inflasi. Banyak pinjaman yang dibuat oleh entitas Cina sebagai bagian dari Belt and Road Inisiative Beijing, tidak hanya membebani neraca di negara-negara berpenghasilan rendah, tetapi juga membebani bank-bank Cina dengan pinjaman bermasalah.

Hal ini akan mempengaruhi kinerja ekonomi bank-bank tersebut, yang merupakan saluran utama bagi investasi domestik, bisnis, dan ekonomi Cina.

Belt and Road Initiative telah membebani negara-negara berkembang dengan utang setidaknya $385 miliar (sekitar Rp5.685 triliun), menurut laporan AidData pada 2021.

Terakhir adalah persoalan globalisasi yang berisiko terhenti di bawah tekanan pandemi dan perang Rusia dengan Ukraina. Padahal ini menjadi mesin penggerak ekonomi Cina. Rantai pasokan terus diubah atau disusun kembali dengan rute dan tautan baru.

Menurut Rhodes dan Mackintosh, para pemimpin Cina harus bertanya apakah dukungan politik mereka untuk Rusia yang menurun, lemah, dan tidak dapat diprediksi, lebih berharga bagi negara tersebut daripada sebuah dunia yang saling terkait, serta semua pesaing setuju terhadap aturan dan norma umum.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...