Perang Rusia-Ukraina Berlarut-larut, Ini Dampak ke Perdagangan RI
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca dagang Indonesia dengan Rusia dan Ukraina secara kumulatif mengalami defisit sejak perang dua negara tersebut meletus pada akhir Februari. Namun, Indonesia berhasil mencetak surplus dagang dengan Ukraina bulan lalu meskipun masih defisit dengan Rusia.
Neraca dagang Indonesia dengan Rusia sepanjang Maret hingga Agustus atau enam bulan berlangsungnya perang, mencatat defisit US$ 371,3 juta. Nilai Ekspor ke Rusia tercatat US$ 624 juta, sementara total impornya sebesar US$ 995,4 juta.
Selama periode enam bulan tersebut, Indonesia sempat mencatat surplus pada Mei sebesar US$ 9,3 juta. Namun, neraca dagang kembali defisit di atas US$ 30 juta dalam tiga bulan terakhir.
Adapun ekspor Indonesia ke Rusia masih fluktuatif. Ekspor Indonesia anjlok ke US$ 67,5 juta pada bulan pertama perang pada Maret. Ekspor sempat bangkit sebulan kemudian sebelum akhirnya jatuh lagi pada Mei. Nilai ekspor pada bulan lalu sebesar US$ 143,8 juta, tertinggi selama periode perang kedua negara berlangsung.
Dengan Ukraina, Indonesia juga menanggung defisit. Defisit dengan Uraian secara kumulatif selama enam bulan terakhir mencapai US$ 10 juta. Nilai ekspor ke Ukraina sebesar US$ 4,06 juta, sedangkan impor sebesar US$ 14,11 juta.
Defisit dengan Ukraina terutama melebar pada dua bulan pertama perang, Maret dan April yang masing-masing minus US$ 6,6 juta dan US$ 1,3 juta. Pelebaran defisit ini karena ekspor turun tajam, bahkan Indonesia tidak mengirimkan barang satupun ke Ukraina pada April.
Ekspor ke Ukraina berangsur membaik mulai Mei. Walhasil defisit dagang semakin menyempit. Neraca dagang dengan Ukraina pada bulan lalu bahkan sudah berbalik surplus sekalipun tipis sebesar US$ 53 ribu.
Perang di Ukraina masih berlangsung hingga hari ini. Presiden Joko Widodo dalam pernyataannya belum lama ini memperkirakan perang Rusia dan Ukraina masih akan berlangsung lama.
"Keadaan ini akan berjalan masih lama. Jangan berharap perang besok atau bulan depan selesai," kata Jokowi di Sarasehan 100 Ekonom di Jakarta, Rabu (7/9).
Jokowi sempat bertemu dengan dua pemimpin negara tersebut pada akhir Juni. Namun, ia mengaku sulit untuk membuka ruang dialog di antara kedua pemimpin negara tersebut. Karena itu, ia menyebut pertemuannya saat itu hanya membahas soal krisis pangan kepada Putin dan Zelensky. Salah satu pembicaraannya soal upaya memperlancar pengiriman gandum dari Ukraina.
"Sekitar 2-3 minggu kemudian, sudah ada kapal yang keluar dari Odessa ke Istanbul," ujar Jokowi.