Mungkinkah RI Bebas Kemiskinan Ekstrem di Tengah Ancaman Resesi Dunia?

Image title
Oleh Abdul Azis Said
10 Oktober 2022, 15:52
kemiskinan ekstrem, kemiskinan, bappenas
ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/wsj.
Suasana permukiman dengan latar belakang gedung bertingkat di Muara Angke, Jakarta Utara, Senin (4/7/2022). Badan Pusat Statistik akan mendata jumlah penduduk miskin ekstrem sebagai acuan dalam program percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem yang ditargetkan dapat tercapai pada tahun 2024.

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) masih optimistis target Indonesia bebas kemiskinan ekstrem pada 2024 bisa tercapai di tengah ancaman resesi global. Optimisme muncul meski Bank Dunia melihat target pengentasan kemiskinan ekstrem global akan melambat akibat pelemahan ekonomi.

"Target 0% pada 2024 tidak akan pernah kami revisi. Kalau menargetkannya 0% ya kita kerjakan," kata Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Bappenas Pungky Sumadi saat ditemui di Hotel The Westin, Jakarta, Senin (10/10).

Pungky mengatakan, upaya pengentasan kemiskinan ekstrem kini akan diarahkan berdasarkan kewilayahan, tidak lagi secara sektoral. Pemerintah menetapkan tujuh provinsi prioritas untuk penurunan kemiskinan, yakni Papua, Papua Barat, Maluku, NTT, Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Pemerintah juga meluncurkan program registrasi sosial ekonomi (regsosek) untuk menjadi basis data kependudukan di seluruh wilayah. Setiap pemerintah daerah nantinya akan memanfaatkan data Regsosek tersebut untuk mengidentifikasi penyebab kemiskinan ekstrem dan upaya yang bisa dimanfaatkan untuk mengurangi orang miskin ekstrem.

"Pemda membaca data setelah dianalisis dari regsosek, kemudian dengan data monografi desa yang lebih akurat, itu mereka dapat melihat penyebab utamanya. Maka hal itu yg akan ditembak. Misalnya diketahui pariwisata berpotensi menciptakan tenaga kerja yang lebih baik, maka mereka masuk ke sektor itu," kata Pungky.

Bank Dunia dalam keterangan terbarunya memperkirakan dunia akan gagal mencapai target penurunan kemiskinan ekstrem global 3% pada akhir dekade ini. Perkiraan terbaru, jumlah orang yang hidup dalam kemiskinan ekstrem pada 2030 akan mencapai 574 juta orang atau 7% dari penduduk dunia, atau masih hampir dua kali lipat dari target.

Upaya mengurangi kemiskinan ekstrem telah melambat bahkan sebelum pandemi. Pandemi membuat prosesnya menjadi lebih buruk, karena pemulihan ekonomi di setiap negara tidak merata, dengan negara kaya pulih lebih cepat dibandingkan negara miskin. PAda akhir tahun ini diperkirakan masih akan ada 685 juta orang hidup dalam kemiskinan ekstrem.

Orang-orang termiskin menanggung biaya pandemi yang paling parah. Kelompok 40% termiskin mengalami penurunan pendapatan rata-rata 4%, dua kali lipat dibandingkan penurunan pendapatan yang dialami oleh 20% kelompok terkaya. Akibatnya, ketimpangan global telah meningkat untuk pertama ka;inya dalam beberapa dekade. 

Presiden Bank Dunia David Malpas mengatakan program pengurangan ekstrem telah menurun seiring pertumbuhan ekonomi global yang juga melambat. Berbagai lembaga internasional melihat prospek ekonomi global semakin suram tahun depan, dengan kemungkinan banyak negara terjun ke jurang resesi.

"Yang menjadi perhatian adalah, meningkatnya kemiskinan ekstrem dan penurunan kemakmuran terjadi bersamaan yang disebabkan oleh inflasi, depresiasi mata uang dan krisis tumpang tinding yang meluas," katanya dalam keterangan tertulis, Rabu (5/10).

Reporter: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...