IMF Peringatkan Ancaman Baru Korporasi Bisa Gagal Bayar Utang

Abdul Azis Said
2 Februari 2023, 17:00
ilustrasi International Monetary Fund (IMF)
123.rf/bumbledee?
ilustrasi International Monetary Fund (IMF)

Dana Moneter Internasional atau IMF memantau semakin banyak negara yang mengalami tekanan korporasi sistemik menghadapi risiko sedang, hingga tinggi. Hal ini seiring utang perusahaan di negara maju dan berkembang terus bertambah selama pandemi, kemudian diikuti tren kenaikan suku bunga tinggi.

"Penumpukan risiko di sektor korporasi dan biaya utang yang berlipat ganda, bahkan untuk perusahaan yang paling aman pun dapat menimbulkan masalah serius bagi banyak ekonomi dan sistem keuangan mereka," mengutip IMF dalam blognya, Kamis (2/2).

Menurut kalkulasi IMF, semakin banyak negara yang berisiko sedang atau tinggi menghadapi tekanan korporasi sistemik karena perusahaan yang kesulitan atau bahkan gagal bayar utang kemudian memengaruhi perekonomian secara luas. Hal ini disebabkan kondisi keuangan global yang lebih ketat.

Efek limpahan dari perusahaan yang kesulitan bayar utang itu bisa mencakup pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat, meningkatnya pengangguran, tekanan pada rumah tangga miskin, harga aset yang tidak stabil hingga lonjakan kredit bermasalah. Hal ini bisa semakin diperparah oleh penguatan dolar, sehingga tekanan akan meningkat terutama di negara berkembang.

Model yang dibuat IMF memprediksikan kemungkinan tekanan pada kondisi keuangan  perusahan bisa meluas menjadi risiko sistemik terhadap perekonomian. Ini dianalisis menggunakan sekitar 50 indikator, dari rasio utang perusahaan hingga ekspansi kredit dan aset yang dinilai terlalu tinggi.

Pada kuartal ketiga tahun lalu, sebanyak 45 dari total 54 negara maju dan berkembang yang dianalisis menunjukkan risiko medium, hingga tinggi dalam menghadapi tekanan korporasi sistemik. Ini terdiri atas tujuh negara berisiko tinggi dan 38 berisiko sedang. 

Jumlah perusahaan berisiko meningkat dua kali lipat dari periode yang sama tahun sebelumnya di 21 negara, empat berisiko tinggi dan 17 sedang. Selain itu, jumlah negara yang berisiko tinggi pada tahun lalu jauh lebih banyak dari sebelum pandemi.

"Ini membalikkan penurunan risiko yang terlihat pada 2021, ketika pembuat kebijakan berlomba mendukung perusahaan yang terkena dampak, dengan bantuan tunai dan keringanan utang," kata IMF.

Bukan hanya jumlah negara yang meningkat, tapi proporsi negara ekonomi besar yang menghadapi risiko tersebut juga meningkat. Tujuh negara yang berisiko menghadapi tekanan korporasi sistemik tersebut menyumbang 21% dari PDB dunia.

Dalam tulisan itu, IMF juga menyarankan negara-negara untuk segera mengambil tindakan mitigasi. Beberapa langkah yang bisa dilakukan. Pertama, negara perlu membangun sistem kepailitan yang efektif dan memfasilitasi restrukturisasi berbasis pasar untuk perusahaan yang memiliki utang menggunung. Kedua, pemerintah perlu menyusun kebijakan makro dan mikroprudensial yang menyasar sektor dan kredit berisiko tinggi.

Untuk memitigasi risiko efek limpahan ke sektor keuangan, negara harus menggunakan kebijakan makroprudensial dari sisi pemberi pinjaman seperti bank atau institusi keuangan lainnya. Contohnya, dengan meningkatnya transpirasi dari sisi aset dan liabilitas pemberi pinjaman, memperkuat penyangga modal, menahan untuk tidak memberi pinjaman lebih lanjut ke kreditur bermasalah serta stress test yang komprehensif.

Reporter: Abdul Azis Said

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...