Dolar Terpuruk karena Utang AS, Rupiah Perkasa di Level Rp 14.707
Amerika Serikat (AS) terancam gagal bayar utang atau default jika kongres tidak segera menaikkan plafon utang pemerintah. Utang AS menjadi utang negara ekonomi terbesar dunia yang terus meningkat dan telah mencapai US$ 31,5 triliun atau setara Rp 463.000 triliun mengacu kurs Rp 14.700 per dolar AS.
Kondisi tersebut mempengaruhi nilai tukar Dolar Amerika Serikat (AS) yang melemah terhadap hampir seluruh mata uang negara di dunia, termasuk rupiah.
Pada akhir perdagangan New York, Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, turun 0,39% menjadi 101,4689.
Euro tercatat naik menjadi US$ 1,1038 dari US$ 1,0971 pada sesi sebelumnya, dan poundsterling naik menjadi US$ 1,2457 dari US$ 1,2406 pada sesi sebelumnya.
Dolar AS dibeli 133,5200 yen Jepang, lebih rendah dari 133,60 yen Jepang pada sesi sebelumnya. Dolar AS turun menjadi 0,8906 franc Swiss dari 0,8920 franc Swiss, dan naik menjadi 1,3646 dolar Kanada dari 1,3643 dolar Kanada. Dolar AS naik menjadi 10,3410 krona Swedia dari 10,3205 krona Swedia.
Vladimir Zernov, Analis Keuangan FX Empire menyebutkan, Indeks dolar AS berada di bawah tekanan setelah rilis data ekonomi AS, meskipun berhasil pulih dari sesi terendah.
Menurut data Kementerian Perdagangan AS, pesanan barang modal inti AS pada Maret membukukan penurunan bulan ke bulan sebesar 0,4%, meleset dari ekspektasi pasar akan ekspansi 0,2%,
Lalu bagaimana dampaknya terhadap rupiah?
Pada akhir perdagangan Kamis (27/4), nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta menguat 129 poin atau 0,87% ke posisi Rp 14.707 per dolar AS, dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya, Rp 14.836 per dolar AS.
"Kami melihat ada kecenderungan dolar AS melemah, dengan kecenderungan indeks dolar AS yang masih berada di kisaran 101-102," kata ekonom Mirae Asset Sekuritas Rully Arya Wisnubroto seperti dikutip Antara, Kamis (27/4).
Rully mengatakan, pelemahan dolar AS disebabkan oleh kembali munculnya tanda-tanda perlambatan ekonomi Amerika Serikat, antara lain melemahnya tingkat pemesanan barang modal inti yang lebih dalam dari ekspektasi. Hal itu diperkirakan sebagai dampak lanjutan dari kenaikan suku bunga The Fed yang sangat agresif.
Analis Bank Woori Saudara Rully Nova menilai, kekhawatiran resesi ekonomi global tidak terlalu signifikan mempengaruhi perekonomian Indonesia yang lebih mengandalkan pengeluaran domestik. Selain itu, sistem perbankan Indonesia yang kuat juga tidak terpengaruh oleh krisis perbankan di AS.
Utang Amerika Serikat terus meningkat. Berdasarkan laporan The New York Times, pemerintah AS bahkan telah menambah utang mencapai US$ 19 triliun hanya dalam 10 tahun terakhir.
Kenaikan utang ini merupakan hasil dari kenaikan biaya untuk pembayaran bunga, perawatan kesehatan veteran, tunjangan pensiunan, dan militer.
Risiko kegagalan AS membayar utang muncul di tengah pertikaian antara DPR yang dipimpin Partai Republik dan pemerintahan Biden yang meminta kenaikan plafon utang. Tanpa tindakan DPR untuk menaikkan plafon utang, banyak yang memperkirakan AS kemungkinan akan gagal membayar utang pada pertengahan Juni atau akhir Juli.