Pengamat soal Beli Rumah Bebas PPN: Periode Insentif Terlalu Singkat

 Zahwa Madjid
30 Oktober 2023, 17:34
PPN
ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/nym.
Pekerja menyelesaikan pembangunan perumahan di Awiligar, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (27/10/2022).

Presiden Joko Widodo menetapkan kebijakan insentif pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk pembelian rumah di bawah Rp 2 miliar. Insentif yang berlaku hingga Juni 2024 ini bertujuan untuk mengerek penjualan sektor properti.

Keputusan tersebut disepakati dalam rapat internal Kabinet Indonesia Maju di Istana Merdeka Jakarta pada Selasa (24/10) lalu.

Menanggapi kebijakan ini, Pengamat properti Anton Sitorus menilai periode penetapan insentif sektor properti ini terlalu singkat. Menurut dia, hal yang diharapkan pengembang dan konsumen properti adalah kepastian kebijakan. Kalau pemberlakuan insentif hanya jangka pendek, maka dapat menimbulkan keraguan dari pengembang dan konsumen. 

“Karena kan ini juga ada syarat-syaratnya. Seperti serah terima di periode yang ditentukan jadinya pengembang yang merencanakan proyek-proyek baru yang ingin memanfaatkan insentif ini berpikir ulang,” kata Anton kepada Katadata, Senin (30/10).

Maka itu, Anton mengimbau pemerintah untuk menetapkan rencana jangka panjang guna mempertahankan kinerja sektor properti. Misalnya, menyediakan hunian terjangkau sebanyak-banyaknya melalui BUMN Karya.

“Kan banyak badan usaha bisa membangun rumah terjangkau sebanyak banyaknya. Zaman orde baru cukup efektif menyediakan rumah terjangkau. Jadi misi membantu pemerintah mengentaskan masalah perumahan ini, harganya juga jangan sama kayak swasta,” kata Anton.

Selain itu, cara lain yang bisa dilakukan untuk menarik masyarakat membeli rumah adalah dengan memperbanyak pembangunan Transit Oriented Development (TOD) atau hunian khusus di lokasi dekat stasiun transportas umum seperti MRT dan LRT.

“Sangat potensial untuk membangun hunian khususnya masyarakat jabodetabek tapi kan sekarang yang menguasai BUMN, swasta nyatanya belum terlalu banyak. Mungkin pemerintah bisa memikirkan bagaimana swasta diikutsertakan supaya proyek-proyek yang dibangun bisa lebih cepat,” kata Anton.

Dia juga menilai pemberian insentif dapat memang dapat mendorong kinerja sektor properti yang melemah, meski ada risiko pengurangan penerimaan pajak.

Kendati demikian, menurut dia, hilangnya potensi penerimaan pajak dari sektor properti akan terkompensasi oleh tambahan pajak dari sektor pendukung properti, seperti sektor retail bahan bangunan dan elektronik. Sebaliknya, jika sektor properti dibiarkan melemah tanpa insentif, maka akan berdampak pada pelemahan sektor pendukung lain, dan berpotensi menurunkan penerimaan pajak dari sektor pendukung tersebut. 

“Memang ada risiko penurunan pajak, tapi bisa kembali lagi, kalau dipikir dari penerimaan pajak mungkin berkurang, tapi kalau sektor properti ini belum bisa kembali normal, buat kondisi bisnis lain tidak bagus juga,” kata Anton kepada Katadata, Senin (30/3).

Sebagai informasi,  Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengatakan pemberian insentif pada sektor properti tidak akan mengurangi penerimaan pajak negara.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Direktorat Jenderal Pajak Dwi Astutimengatakan insentif pajak properti yang ditanggung pemerintah berasal dari pajak masyarakat yang kemudian dibayarkan oleh Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan.

"Secara mekanisme anggaran yang membayar itu direktorat jenderal anggaran ke DJP. Dari mana uangnya? ya dari pajak-pajak rakyat juga, tapi dari tahun sebelumnya. Jadi secara penerimaan pajak tidak mengalami penurunan," kata Dwi kepada wartawan.

Reporter: Zahwa Madjid
Editor: Lavinda

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...