Diprotes Hotman Paris, Ini Dampak Kenaikan Pajak Hiburan hingga 75%

 Zahwa Madjid
10 Januari 2024, 03:00
Hotman Paris
ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/Spt.
Wisatawan mancanegara (wisman) berwisata mengunjungi kawasan Pantai Batu Bolong di Badung, Bali, Senin (8/1/2024). Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menargetkan 9,5 juta -14,3 juta kunjungan wisman ke Indonesia sepanjang tahun 2024.
Button AI Summarize

Akhir-akhir ini, pajak hiburan di sektor pariwisata menjadi bahan perbincangan di media sosial. Bahkan pengacara kondang, Hotman Paris, melalui unggahan akun instagramnya, memprotes pengenaan pajak hiburan di Bali yang mencapai 40% hingga 75%.

Pajak yang dimaksud adalah Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) khusus jasa hiburan pada bisnis diskotik, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa. Hal ini tertuang dalam Undang-undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).

Adapun aturan tersebut telah disahkan oleh Presiden Joko Widodo pada 5 Januari 2022. Kemudian diundangkan pada tanggal yang sama, oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly.

Dalam Pasal 58 ayat 2 UU HKPD, disebutkan bahwa besaran PBJT atas jasa hiburan seperti diskotik, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uap/spa, yang ditetapkan paling rendah 40%, dan paling tinggi 75%.

Besaran pokok pajak tersebut dihitung dengan mengalikan dasar pengenaan PBJT. Dalam hal ini, pemerintah daerah bertindak sebagai pemungut pajak, di mana beban pajak dikenakan kepada penyedia jasa dan konsumen.

Pajak Hiburan di Thailand dan Filipina

Menurut Pengamat Pajak Fajry Akbar, kenaikan pajak yang tinggi tersebut dapat berdampak pada sektor pariwisata di daerah. Kenaikan ini berpotensi mengurangi kunjungan turis mancanegara karena mereka lebih memilih negara lain dengan tarif pajak yang lebih rendah.

Fajry memberikan contoh Thailand. Bisnis diskotik dan hiburan sejenis di Thailand justru hanya dikenakan cukai dan tarif sebesar 5%. Sedangkan di Malaysia, masuk ke dalam service tax dengan tarif  sebesar 6%.

Sementara di Filipina, dikenakan tarif PPN yang lebih tinggi. Filipina menggunakan sistem tarif PPN multi tarif. Tarif standar PPN Filipina sebesar 12%, sedangkan untuk diskotik dan sejenisnya 18%.

“Di Indonesia, diskotik, kelab malam, dan sejenisnya dikenakan pajak daerah. Dahulu tidak ada ketentuan tarif minimum, barulah di UU HKPD, ada batas minimum 40% untuk kelab malam, diskotik dan sejenisnya,” ujar Fajry kepada Katadata.co.id, Selasa (9/1).

Perbandingan tarif pajak yang sangat jauh antar negara lain, dapat mengurangi minat wisatawan mancanegara dan lokal untuk berwisata. Mereka akan lebih memilih pergi ke negara lain dengan tarif pajak yang lebih murah.

“Apalagi, [biaya] pesawat ke luar negeri sudah relatif murah. Orang-orang bisa memilih wisata ke luar negeri,” ujar Fajry.

Halaman:
Reporter: Zahwa Madjid
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...