Jepang - Inggris Hadapi Resesi, Sri Mulyani Ungkap Dampaknya ke RI

Ferrika Lukmana Sari
21 Februari 2024, 06:56
Sri Mulyani
ANTARA FOTO/NOVA WAHYUDI
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan pendapat saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di gedung parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/6/2019). Raker tersebut membahas pengambilan keputusan Asumsi Dasar RAPBN 2020.
Button AI Summarize

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, dampak resesi yang dialami Jepang dan Inggris menjadi tantangan bagi ekonomi global, termasuk Indonesia.

Sri Mulyani menyebut, beberapa lembaga internasional pada tahun ini telah memproyeksikan kinerja perekonomian negara-negara maju akan cukup tertekan. Hal itu terjadi karena kenaikan suku bunga di berbagai negara cukup tinggi dalam waktu yang singkat, sehingga turut mempengaruhi kinerja ekonomi negara maju.

"Itu yang menyebabkan kenapa proyeksi dan outlook ekonomi bagi banyak negara, terutama G7 dalam hal ini, itu akan cenderung melemah. Dan ini menjadi tantangan untuk lingkungan global kita semuanya," kata Sri Mulyani dikutip dari Antara, Rabu (21/2).

Menurut Sri Mulyani, kenaikan suku bunga akan memengaruhi kondisi perekonomian Jepang dan Eropa secara umum. Negara-negara maju yang mengalami resesi memang sudah berada di dalam kondisi perekonomian yang lemah.

Dia pun meminta awak media, untuk menantikan perkembangan terkini mengenai kondisi perekonomian global. Bendahara Negara itu mengatakan, dirinya juga akan menghadiri pertemuan G20 di Brasil pada pekan depan.

Pantau Investasi dan Ekspor RI

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pertumbuhan ekonomi yang terkontraksi dalam dua kuartal berturut-turut memberikan sinyal bahwa Jepang dan Inggris akan masuk ke dalam resesi secara teknikal.

"Meski demikian masih terlalu dini untuk menilai bahwa kedua negara tersebut akan memasuki kondisi resesi ekonomi," kata Airlangga dalam keterangan resmi, dikutip Senin (19/2).

Menurut National Bureau of Economic Research (NBER), resesi secara luas dapat diartikan sebagai penurunan signifikan dalam aktivitas ekonomi yang tersebar di seluruh ekonomi, berlangsung lebih dari beberapa bulan, dan biasanya terlihat dalam PDB riil, pendapatan riil, lapangan kerja, produksi industri, serta penjualan grosir-eceran.

Mencermati kondisi tersebut, Airlangga mengatakan, bahwa pemerintah akan terus memonitoring dampak transmisi perlambatan ekonomi global terhadap perekonomian nasional, khususnya di Jepang.

"Indonesia memiliki hubungan kerja sama yang baik dengan Jepang, seperti pada aspek investasi dan ekspor-impor. Jepang juga menjadi salah satu tujuan utama ekspor bagi Indonesia," kata dia.

Adapun ekspor utama Indonesia ke Jepang meliputi batubara, komponen elektronik, nikel dan otomotif. Ekspor Indonesia ke Jepang berada pada peringkat ke-4 dan mencapai US$ 18,8 miliar pada 2023.

Sementara Foreign Direct Investment Jepang ke Indonesia tahun 2023 juga berada pada peringkat ke-4 dengan total sebesar US$ 4,63 miliar. Meski Jepang hadapi perlambatan, ekonomi nasional dinilai masih menunjukkan resiliensi dengan capaian pertumbuhan yang solid.

Hal ini ditopang oleh permintaan domestik yang terus tumbuh dan dijaga dengan inflasi yang terkendali, Pemerintah tetap mengambil sejumlah langkah antisipatif terhadap risiko ekonomi global tersebut untuk menjaga perekonomian Indonesia tetap stabil.

Reporter: Antara

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...