BPS Tunda Pendataan Potensi Desa pada 2022 dan 2023, Ini Alasannya
Badan Pusat Statistik (BPS) mengatakan pendataan potensi desa atau Podes sempat tertunda pada tahun 2022 dan 2023. Penundaan disebabkan oleh oleh kebijakan automatic adjustment yang dilakukan pemerintah pada tahun anggaran tersebut.
Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyebut podes adalah sensus yang berasal dari data-data seluruh desa di Indonesia, di mana saat ini jumlahnya mencapai 75.625 desa. Podes dilakukan untuk memperoleh berbagai macam informasi seperti infrastuktur, potensi ekonomi dan sosial, hingga data lainnya di tingkat desa.
"Memang tahun 2022 dan 2023 ada jeda dan kami istirahat. Kami tidak menghasilkan Podes karena ada automatic adjustment. Jadi permasalahannya karena (automatic adjustment)," ujar Amalia Adininggar dalam agenda Peluncuran Indeks Desa di Jakarta pada Senin (4/4).
BPS melakukan Podes sejak 2018 dan dilakukan berkala tiap tahun. Amalia mengatakan, program sebagai langkah pemutakhiran data terkait perkembangan desa. "Kemudian bisa dimanfaatkan seluruh stakeholder untuk melihat perkembangannya setiap tahun,” ujarnya.
Pendataan Potensi Desa Dilanjutkan 2024
Amalia mengatakan, program pendataan Podes akan dilanjutkan pada 2024. Setelah hasil survei Podes dilakukan, BPS akan menyampaikan data tersebut kepada publik.
"Tahun 2024, data Podes akan kami hasilkan kembali, dan nanti di belakang terkait bagaimana komitmen BPS untuk menghasilkan data podes akan kami sampaikan," ujarnya.
Sebagai informasi, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memblokir sementara atau automatic adjustment anggaran kementerian/lembaga (K/L) senilai Rp 50,14 triliun pada 2024. Kebijakan ini sesuai arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) tahun 2024.
"Kami mempertimbangkan kondisi geopolitik global, yang dipandang perlu untuk melanjutkan kebijakan automatic adjustment dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2024," kata Sri Mulyani dalam keterangan resmi, Senin (12/2).
Sri Mulyani mengungkapkan, bahwa kebijakan automatic adjustment tersebut berasal dari dana Rupiah Murni (RM). Beberapa kegiatan yang termasuk dalam prioritas automatic adjustment seperti belanja barang yang dapat diefisienkan, tidak mendesak atau dapat ditunda.