BI Diperkirakan Masih Tahan Suku Bunga 6% Meski Rupiah Melemah
Sejumlah ekonom memperkirakan Bank Indonesia (BI) akan mempertahankan suku bunga acuan atau BI Rate pada level 6% dalam Rapat Dewan Gubernur BI yang digelar Rabu siang (24/4), meski rupiah terus melemah.
Seperti diketahui, pelemahan rupiah telah terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Bahkan saat ini, nilai tukar rupiah sudah menyentuh angka Rp 16.220 per dolar AS.
Walau begitu, Kepala ekonom PT Bank BCA, David Sumual memperkirakan Bank Indonesia tetap menahan suku bunga pada level 6,00%, tapi masih terbuka kemungkinan kenaikan suku bunga dalam waktu dekat.
“Tapi ke depan kenaikan suku bunga BI rate bisa jadi salah satu opsi,” ujar David kepada Katadata.co.id, Selasa (23/4).
Kenaikan suku bunga menjadi salah satu opsi yang akan digunakan Bank Indonesia jika rupiah masih tertekan terhadap dolar AS dan inflasi. "Tapi sejauh ini, ekspektasi inflasi ke depan masih dalam rentang yang sama,” ujarnya.
Data Ekonomi AS dan The Fed Pengaruhi Rupiah
Senada, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga yakin BI masih mempertahankan BI-rate pada level 6%. Karena, pelemahan rupiah terjadi akibat indikator ekonomi AS yang masih solid sehingga ruang pemotongan suku bunga bank sentral AS, The Fed bergeser dari bulan Juni menjadi September 2024.
“Pelemahan rupiah juga lebih disebabkan faktor musiman, di mana pembayaran deviden dan kupon ke non resident serta pembayaran pokok utang luar negeri akan meningkat dan mencapai puncaknya setiap kuartal II di tiap tahun,” ujar Josua.
Josua juga menilai, jika Bank Indonesia memutuskan untuk menaikkan suku bunga, maka akan memberi dampak positif terhadap sektor keuangan di tanah air.
"Dampak positifnya adalah, tekanan dari faktor eksternal tersebut dapat mereda karena terjadi pelebaran positive spread dengan imbal hasil instrumen keuangan dari negara lain," kata dia.
Positive spread terjadi, jika tingkat bunga pinjaman lebih tinggi daripada tingkat suku bunga tabungan nasabah.
Dengan begitu, instrumen keuangan Indonesia cenderung lebih menarik karena ada kompensasi pada kenaikan premi risiko. Sementara dampak negatifnya adalah beban imbal hasil instrumen keuangan domestik akan meningkat dan menjadi beban bagi penerbit surat utang.
“Selain itu, naiknya BI rate dapat bertransmisi ke kenaikan suku bunga kredit sehingga meningkatkan biaya pinjaman yang berujung pada tertahannya potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia,” ujarnya.