Utang Pemerintah Berpotensi Membengkak Akibat Pelemahan Rupiah
Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diperkirakan akan membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), terutama untuk membayar cicilan dan bunga utang dengan nilai dolar AS.
Hingga penutupan perdagangan Kamis sore (13/6), rupiah berada pada posisi Rp 16.270 per dolar AS, atau menjauhi Rp 15.000 per dolar AS. Kondisi ini menunjukkan bahwa nilai tukar dolar AS makin mahal terhadap rupiah.
Sejumlah ekonom juga melihat peluang utang pemerintah bisa naik. Senior Economist KB Valbury Sekuritas Fikri C Permana melihat kemungkinan pembayaran utang pemerintah naik pada tahun ini.
"Dari sisi pengeluaran, tentu ada kemunginan peningkatan pembayaran utang jika dengan denominasi dolar AS. Disamping itu ada risiko inflasi dari luar negeri (imported inflation)," kata Fikri kepada Katadata.co.id, Kamis (13/6).
Namun dengan pelemahan rupiah ini, dia berharap dapat mendorong keunggulan kompetitif barang-barang ekspor dan mendondorong peningkatan penerimaan negara dari sisi penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Ekonom CORE Yusuf Rendy Manilet juga mewaspadai dampak pinjaman pemerintah berbentuk dolar AS. Karena saat ini, proporsi pinjaman luar negeri berdenominasi dolar AS masih mendominasi total pinjaman.
Tercatat, pinjaman dari luar negeri mencapai Rp 938,83 triliun, atau mendominasi total pinjaman pemerintah pada Januari 2024. Sementara pinjaman dalam negeri hanya sebesar Rp 36,23 triliun.
Jika pinjaman ini jatuh tempo pada tahun 2024, maka utang akan membengkak karena ada selisih nilai tukar rupiah yang berasal dari pinjaman luar negeri. Selisih perhitungan ini terjadi karena nilai tukar dolar AS makin mahal terhadap rupiah.
“Selain itu, ada biaya komitmen dari pinjaman luar negeri yang diberikan. Ketika tidak digunakan secara baik, maka commitment fee ini akan lebih besar, karena ada selisih dari pelemahan rupiah,” ujarnya.
Seperti diketahui, posisi utang pemerintah mencapai Rp 8.338,43 triliun hingga April 2024 berdasarkan data Kementerian Keuangan. Nilai itu naik 6,7% secara tahunan (yoy) dari utang April 2023 sebesar Rp 7.848,8 triliun.
Sementara utang jatuh tempo pada 2025 mencapai Rp 800,33 triliun. Ini merupakan utang jatuh tempo pemerintah, yang terdiri SBN Rp 705,5 triliun dan pinjaman Rp 94,83 triliun.