Tim Prabowo: Rasio Pajak Bisa Naik 2% Jika Kongkalikong Pajak Hilang
Anggota Dewan Pakar Tim Kemenangan Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming, Soedradjad Djiwandono melihat peluang untuk meningkatkan rasio pajak dengan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Kemudian dengan menghilangkan praktik-praktik penghindaran atau kongkalikong pajak antara wajib pajak dengan pejabat pajak. Dengan dua cara itu, dia memperkirakan rasio pajak bisa naik 2%.
“Laju pertumbuhan kita juga mesti akan naik terus kan. Itu merupakan sumber dari penerimaan pajak kita. Disamping Kongkalikong dihilangkan, itu bisa menaikkan rasio pajak 2%," ujarnya dalam Mid Year Banking and Economic Outlook Infobank di Jakarta, Selasa (2/7) lalu.
Menurut Soedradjad, praktik kongkalikong pajak tersebut umum terjadi dan telah menyebabkan pendapatan negara berkurang. Praktik kongkolikong ini terjadi antara pejabat pajak dengan wajib pajak.
“Kalau pejabatnya bilang, Anda punya kewajiban pajak Rp 1 miliar, tapi bayar aja Rp 600 juta deh, hanya Anda kasih saya Rp 200 juta ya, jadi Anda dapat Rp 200 juta, saya dapat Rp 200 juta,” ujarnya.
Selain itu, dia juga meminta pemerintah lebih fokus dalam mendorong efektivitas penarikan pajak dan menutup kesempatan kongkalikong pajak demi meningkatkan penerimaan pajak.
“Ini katanya praktik yang begitu umum, kalau itu dihilangkan saja, saya berani tanggung rasio pajak kita naik deh 2%. Jadi it’s huge challenge tapi bukan impossible untuk diselesaikan,” kata dia.
Soedradjad yang merupakan kakak ipar dari Prabowo ini juga memamerkan rasio pada zaman pemerintahan Soeharto yang mampu mendekati 16% dari PDB. Oleh karena itu, dia mengaku heran kenapa rasio pajak Indonesia saat ini hanya di kisaran 10%.
"Zaman saya di pemerintahan dulu, di era Pak Harto, rasio pajak hampir 16%, kalau sekarang hanya 10%, bagaimana sih?" ujarnya.
Dia juga membandingkan pencapaian Indonesia dengan negara tetangga seperti Thailand, Vietnam, dan Kamboja di rentang 16%-18%. Yang artinya, capaian rasio pajak Indonesia lebih rendah dari negara lain.
"Saya kira tantangan paling besar bagi pemerintah yang akan datang adalah penerimaan pajak, terus terang jelek sekali. Kita kalah sama Laos, saya malu," ucapnya.
Rasio Pajak Sebesar 10,29% di 2025
Menteri Keuangan Sri Mulyani menetapkan rasio pajak pada tahun pertama pemerintahan Prabowo pada kisaran 10,09%-10,29% di tahun 2025. Hal ini tertuang dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025.
Menurut Sri Mulyani, analisa itu disusun oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Direktorat Jenderal Anggaran (DJA), Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
"Kami analisa berbagai pemikiran kritis mengenai rasio pajak kita, dan efektifitas dalam penarikan pajak. Itu bisa saya sampaikan. Namun saya minta untuk tidak dikaitkan dengan Nota Keuangan 2025," ujarnya dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Senin (11/6).