Bank Indonesia Pertahankan Suku Bunga 6,25% pada Juli 2024
Bank Indonesia (BI) memutuskan menahan suku bunga acuan atau BI-Rate sebesar 6,25% pada Juli 2024. Kemudian menahan suku bunga deposit facility sebesar 5,50%, dan suku bunga lending facility sebesar 7,00%
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan bahwa keputusan tersebut konsisten dengan kebijakan moneter pro stability sebagai langkah untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi dalam sasaran 2,5% plus minus 1% pada 2024 dan 2025.
"Fokus kebijakan moneter dalam jangka pendek diarahkan untuk memperkuat efektivitas stabilisasi nilai tukar Rupiah dan menarik aliran masuk modal asing," ucap Perry dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (17/7).
Hal ini diikuti kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran tetap pro-growth untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Dibarengi kebijakan makroprudensial longgar yang terus ditempuh untuk mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada dunia usaha dan rumah tangga.
Selain itu, BI juga mendorong kebijakan sistem pembayaran diarahkan untuk memperkuat keandalan infrastruktur dan struktur industri sistem pembayaran, serta memperluas akseptasi digitalisasi sistem pembayaran.
"BI terus memperkuat bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di tengah masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global," ujarnya.
Menjaga Stabilitas Rupiah
Peneliti makroekonomi dan pasar keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky menilai BI harus menahan suku bunga acuannya untuk Juni 2024. BI juga perlu tetap waspada dalam merumuskan bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan tingkat harga domestik.
“Untuk saat ini, inflasi cenderung bukanlah isu yang mendesak dan perbedaan tingkat suku bunga masih cenderung atraktif untuk menarik modal masuk dan menjaga stabilitas rupiah,” kata Riefky.
Menurut Riefky, kondisi finansial global sangat bergantung pada persepsi investor terhadap arah kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat atau The Fed ke depannya. Sehingga persepsi investor cenderung sangat berfluktuasi.
Dia menyoroti aspek inflasi, di mana Indonesia telah melewati tekanan besar pada tingkat harga yang diakibatkan oleh beberapa faktor musiman dan kemunculan cuaca el-nino.
"Tetapi, beberapa lembaga iklim memproyeksi kemungkinan terjadinya La Nina pada kuartal III 2024 dan hal ini dapat mengganggu produksi pertanian sehingga memicu potensi tekanan harga pangan,” kata Riefky.