Rasio Pajak RI Rendah, Pemerintah Waspadai Beban Fiskal Bisa Makin Berat

Rahayu Subekti
30 Agustus 2024, 04:45
Pajak
Arief Kamaludin | KATADATA
Button AI Summarize

Staf Ahli Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Raden Pardede mewaspadai rendahnya rasio pajak Indonesia bisa berdampak terhadap beban fiskal pemerintah yang makin besar.

Dalam hal ini, dia tidak mempermasalahkan jumlah utang pemerintah yang sudah mencapai Rp 8.502 triliun atau 38,68% dari produk domestik bruto (PDB). Namun dia lebih mewaspadai rendahnya rasio pajak di Indonesia.

"Apakah utang kita cukup besar? Boleh dikatakan dengan negara lain dalam rasio per PDB, relatif tidak terlalu besar. Tetapi dari sisi beban fiskal, relatif besar karena rasio pajak kita terlampau rendah hanya 10,5% dari PDB," kata Raden dalam acara Investortrust CEO Forum di Jakarta, Kamis (29/8).

Raden menilai utang Indonesia pada saat ini masih lebih kecil dibandingkan tahun 2020. Dia menyebut, utang pemerintah pada 2020 sudah mencapai 43% dari PDB dan banyak negara dalam kondisi yang sama.

Dia juga menyadari pembayaran utang sebesar 1,5% dari PDB sudah cukup besar bagi pemerintah. Namun Raden tetap mendorong pemerintah untuk meningkatkan rasio pajak ketimbang utang. "Bukan utang kita dalam rasio yang relatif rendah, tapi rasio pajak kita relatif rendah," ujar Raden.

Sehingga, sudah menjadi keharusan bagi pemerintahan baru untuk fokus melakukan reformasi pajak. Sebab, rasio pajak pada saat ini baru mencapai 10,5% dan termasuk salah satu terendah di dunia.

"Negara seperti Kamboja saja rasio pajaknya 15%. Negara dengan pendapatan per kapita US$ 5.000 per kapita seperti yang kita alami sekarang, biasanya rasio pajaknya 17%," kata Raden.

Rasio Utang RI Sekitar 39%

Head of Macroeconomis and Financial Research Bank Mandiri Dian Ayu Yustiana mengakui, saat ini rasio utang Indonesia masih sekitar 39% dan termasuk rendah. Posisi utang tersebut dinilai masih sehat, namun kondisi fiskal bakal terbebani.

"Komparasinya dengan negara lain masih rendah. Sebenarnya, ini level yang masih sehat tapi kalau dilihat dari beban fiskal justru bisa menjadi besar," kata Dian.

Namun saat ini pemerintah sudah mulai berhati-hati dalam menarik utang baru. Menurut Dian, utang pemerintah terbesar masih pada instrumen obligasi negara, sehingga penambahan utang dilakukan sangat hati-hati.

"Pengelolaan utang memang harus dilakukan dengan hati-hati untuk membiayai defisit anggaran. Harus lihat dahulu rasio terhadap pertumbuhan ekonomi, pengelolaannya juga dilakukan hati-hati," ujar Dian.

Penjelasan Sri Mulyani Soal Utang

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengimbau masyarakat tidak khawatir terkait kondisi utang pemerintah saat ini. Dia memastikan bahwa pemerintah tetap berhati-hati dalam mengelola utang.

"Masyarakat Indonesia terbiasa terus-menerus melihat utang itu lebih pada nominal. Memang ada distorsi dari sisi perspektif politik versus dari sisi teknokrasi pengelolaan utang Indonesia," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Rabu (28/8).

Bendahara negara itu juga menyebut rasio utang Indonesia saat ini masih jauh lebih baik. Sebab, negara-negara dengan pasar utang yang dalam dan likuid, tidak lagi membicarakan mengenai nilai utang.

"Kita lihat beberapa negara, makin dia mature dan dalam bonds market-nya, mereka tidak lagi membicarakn tentang jumlah utang berapa, kecuali memang kalau defisitnya kronis, seperti banyak negara yang menyebabkan rasio debt to GDP sudah di atas 60% bahkan di atas 100%," ujar Sri Mulyani.

Adapun bond market adalah pasar keuangan tempat penerbitan utang baru, atau tempat membeli dan menjual surat utang. Sementara rasio debt to gross domestic product (GDP) dapat menggambarkan perbandingan utang dan perekonomian suatu negara.

Reporter: Rahayu Subekti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...