Airlangga: RI Bisa Percepat Negosiasi IEU-CEPA Usai Menang Sengketa Sawit di WTO

Ringkasan
- Pemerintah tidak akan menggunakan dana APBN untuk pensiun dini PLTU batu bara, melainkan akan mengarahkan PLN untuk menerbitkan surat utang.
- Target pensiun dini PLTU pada 2040 disuarakan oleh Presiden Prabowo, namun belum ada arahan khusus dan RUKN masih mempertahankan target net zero pada 2060.
- IESR merekomendasikan mempercepat pembangunan energi terbarukan dan menghentikan pembangunan PLTU captive untuk mendukung target pensiun dini PLTU pada 2040-2045.

Indonesia berhasil memenangkan sengketa dagang terkait diskriminasi Uni Eropa terhadap produk kelapa sawit di Badan Penyelesaian Sengketa Organisasi Perdagangan Dunia (Dispute Settlement Body/DSB WTO).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan bahwa kemenangan ini dapat mempercepat penyelesaian Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Eropa (Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement/IEU-CEPA).
“Dengan kemenangan ini, saya berharap hambatan yang selama ini menghambat perundingan IEU-CEPA dapat dihilangkan, sehingga kita bisa segera menyelesaikannya,” ujar Airlangga saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian Jakarta pada Jumat (17/1).
Saat ini, Indonesia sedang dalam proses penyelesaian perundingan IEU-CEPA. Perjanjian kemitraan ekonomi ini mencakup berbagai aspek, termasuk penghapusan tarif bea cukai, pengurangan hambatan non-tarif, serta penyederhanaan prosedur kepabeanan untuk memperlancar aliran barang antara Indonesia dan Uni Eropa.
Diskriminasi Terhadap Produk Indonesia
Airlangga menambahkan bahwa keputusan WTO ini membuktikan adanya diskriminasi Uni Eropa terhadap produk kelapa sawit dan biodiesel Indonesia.
“Dunia harus menerima bahwa tidak hanya biodiesel berbasis bunga matahari, kedelai, atau lainnya yang diterima, tetapi juga biodiesel berbasis CPO (Crude Palm Oil),” kata Airlangga.
Diskriminasi tersebut sebelumnya terkait dengan kebijakan European Union on Deforestation-free Regulation (EUDR), yang bertujuan mengatur produk bebas deforestasi.
EUDR awalnya direncanakan berlaku mulai 2025, namun pelaksanaannya ditunda hingga 2026. Airlangga menilai penundaan ini menunjukkan pengakuan Uni Eropa terhadap kelapa sawit Indonesia.
Penundaan EUDR memberikan peluang bagi Indonesia dan Malaysia untuk memperkuat strategi bersama dalam memastikan kelapa sawit tidak lagi didiskriminasi.
“Ini memberikan kesempatan bagi Indonesia dan Malaysia untuk memperkuat strategi implementasi agar sawit juga tidak didiskriminasi,” ujar Airlangga.
Kemenangan ini menjadi langkah maju bagi Indonesia dalam memperjuangkan hak-haknya di pasar global, sekaligus membuka jalan untuk kerja sama ekonomi yang lebih erat dengan Uni Eropa melalui IEU-CEPA.