Bursa Wall Street Menguat Meski Kebijakan Tarif Trump Bayangi Pasar

Ringkasan
- OJK menerbitkan POJK 26/2023 untuk menyederhanakan penyampaian laporan keuangan bagi emiten yang tercatat di lebih dari satu negara.
- POJK ini mewajibkan perusahaan terbuka yang tercatat di lebih dari satu negara untuk menerapkan Standar Akuntansi Keuangan Internasional (SAK Internasional) dalam menyusun laporan keuangannya, berlaku efektif mulai 1 Januari 2024.
- Pengguna SAK Internasional wajib mengungkapkan informasi penerapan SAK Internasional dalam laporan tahunan mereka, seperti yang diatur dalam POJK 26/2023.

Indeks utama Wall Street di Amerika Serikat (AS) menguat pada perdagangan Rabu (19/2) meski investor masih mencermati kebijakan Bank Sentral AS (The Fed) dan ancaman tarif impor dari Presiden Donald Trump.
S&P 500 naik 0,24% ke level 6.144,15, mencetak rekor penutupan dua hari beruntun setelah menyentuh level tertinggi sepanjang masa. Nasdaq Composite menguat 0,07% ke 20.056,25, sementara Dow Jones Industrial Average bertambah 71,25 poin atau 0,16% ke 44.627,59.
Saham Microsoft melonjak 1,3% setelah memperkenalkan chip komputasi kuantum pertamanya, mendorong kenaikan sektor teknologi. Tesla juga naik hampir 2%, sedangkan Analog Devices melesat hampir 10% setelah merilis laporan keuangan yang melampaui ekspektasi analis.
Sementara itu, Trump mengusulkan tarif 25% untuk impor mobil, chip, dan obat-obatan pada Selasa (18/2). Meski belum merinci kebijakan tersebut, ia menyebut tarif ini berpotensi mulai berlaku pada 2 April 2025.
Pendiri dan Kepala Investasi Elios Financial Group, Jim Elios menilai dalam jangka pendek, pasar bakal dipengaruhi oleh berbagai sentimen, termasuk kebijakan tarif Trump, volatilitas aset digital seperti Dogecoin (DOGE), dan pernyataan Elon Musk.
“Dalam jangka panjang, saya masih sangat optimis bahwa kebijakan ini dapat menciptakan lingkungan yang lebih pro-bisnis,” ujar Elios, dikutip dari CNBC, Kamis (20/2).
Investor juga mencermati risalah pertemuan terbaru The Fed yang mengindikasikan bahwa para pejabat bank sentral ingin melihat inflasi lebih terkendali sebelum menurunkan suku bunga lebih lanjut.
Selain itu, mereka juga mengkhawatirkan dampak potensial dari kebijakan tarif yang diusulkan Trump terhadap stabilitas ekonomi.