BPS Catat Inflasi 1,65% pada Maret usai Deflasi Dua Bulan Beruntun


Badan Pusat Statistik mencatat, indeks harga konsumen atau IHK pada Maret 2025 mengalami inflasi sebesar 1,65% secara bulanan usai deflasi selama dua bulan berturut-turut. Inflasi terutama didorong oleh kenaikan tarif listrik usai berakhirnya diskon yang diberikan pemerintah.
"Inflasi 1,65% terutama didorong inflasi harga yang diatur pemerintah yang mengalami inflasi 6,53% dengan andil 1,16%," ujar Deputi Bidang Statistik Produksi BPS M. Habibullah dalam siaran pers, Selasa (8/4).
Adapun komponen harga yang bergejolak mengalami inflasi bulanan sebesar 1,96% dengan andil inflasi 0,03%, sedangkan komponen inti mengalami inflasi 0,24% dengan andil 0,16%
Habibullah juga menjelaskan, inflasi tahunan pada Maret 2025 tercatat sebesar 1,03%, sedangkan inflasi tahun kalender baru mencapai 0,39%.
Berdasarkan kelompok pengeluaran, menurut dia, inflasi secara bulanan terutama disumbangkan oleh kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga yang mencapai 8,45% dengan andil 1,18%. Sedangkan kelompok makanan, minuman, dan tembakau mencatatkan inflasi 1,24% dengan andil 0,37%.
Kelompok transportasi yang biasanya menyumbang inflasi saat bulan Ramadan justru mengalami deflasi 0,08% dan memberikan andil inflasi -0,01%.
Sedangkan secara tahunan, inflasi terjadi pada seluruh komponen pengeluaran. Kelompok makanan, minuman dan tembakau mencatatkan inflasi 2,07%, kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 1,41%, kelompok perlengkapan, peralatan dan pemeliharaan rutin rumah tangga sebesar 0,95%, kelompok kesehatan sebesar 1,80%, kelompok transportasi sebesar 0,83%, kelompok rekreasi, olahraga, dan budaya sebesar 1,17%, kelompok pendidikan 1,89%, dan kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran 2,26%.
Sedangkan kelompok pengeluaran perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga mengalami deflasi 4,68%, demikian pula dengankelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,24%.
BPS juga mencatat, inflasi tertinggi secara tahunan dicatatkan di Provinsi Papua Pegunungan sebesar 8,05%, sedangkan yang terendah di Provinsi Papua Barat Daya sebesar 0,24%.
Di sisi lain, deflasi terdalam terjadi di terjadi di Provinsi Papua Barat sebesar 0,23% dan Bengkulu sebesar 0,22%.