Transisi EBT Kian Pesat, Power Wheeling Dinilai Jadi Penentu Investasi
Pemerintah saat ini tengah menggodok aturan terbaru mengenai mekanisme pemanfaatan bersama jaringan listrik atau power wheeling. Mekanisme ini diyakini menjadi salah satu pendorong masuknya investasi.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana mengatakan skema ini diyakini dapat menggenjot bauran energi baru terbarukan (EBT) dari sektor kelistrikan.
Sementara banyak perusahaan global yang sudah mulai memperhatikan penggunaan listrik dari EBT untuk operasional mereka. "Sudah banyak yang menunjukkan ketertarikan untuk penggunaan EBT secara langsung," ujarnya kepada Katadata.co.id, Selasa (24/8).
Saat ini mengatakan kajian bersama Tim ITB dan UGM mengenai power wheeling masih terus berlangsung. Dadan menyebutkan kajian ini untuk melihat kesiapan sarana prasarana, mekanisme dan aspek teknis lainnya.
Aturan mengenai power wheeling sebenarnya sudah ada sejak 2015 melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2015 tentang Kerja Sama Penyediaan Tenaga Listrik dan Pemanfaatan Bersama Jaringan Tenaga Listrik. Namun hingga kini implementasinya belum berjalan dengan semestinya.
Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Surya Darma mengatakan implementasi power wheeling di Indonesia hingga kini masih banyak menemui kendala di lapangan.
Misalnya seperti pengaturan formulasi tarif, aspek kontraktual, penanggung jawab keandalan jaringan transmisi, dan lainnya. "Karena itu, hingga kini implementasinya tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan," kata dia.
Untuk itu, METI mendorong agar Permen tersebut dapat segera disempurnakan agar lokasi EBT yang letaknya berjauhan dengan posisi kebutuhan saat ini dapat disesuaikan.
"Apalagi jika PLN sebagai pemilik transmisi tidak transparan dalam menyampaikan posisinya terhadap penggunaan energi terbarukan bisa saja menyampaikan bahwa kapasitas transmisinya penuh dan sebagainya," kata dia.
Padahal sudah banyak perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam kelompok RE100 (Renewable Energy 100%) yang berkomitmen beralih 100% menggunakan energi bersih pada operasional mereka.
Surya menjelaskan model bisnis untuk skema ini adalah transfer listrik bagi pemegang Izin Operasi (IO). Perusahaan dapat menyalurkan listrik yang dihasilkan di tempat yang jauh untuk kemudian dapat digunakan untuk kebutuhan operasionalnya.
Hal ini memungkinkan bagi perusahaan yang dapat membangun pembangkit sendiri di lokasi yang jauh dari fasilitas perusahaan. Untuk itulah mereka perlu power wheeling.
Meski begitu, pola power wheeling dilakukan untuk jual-beli listrik antara IPP dengan pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL) di Wilayah Usaha yang berbeda. Kedepan, menurut dia kebutuhan power wheeling akan sangat besar mengingat penggunaan energi terbarukan saat ini menjadi salah satu faktor penentu investasi dari luar negeri.
"Kita harus belajar dari Vietnam dan Filipina, yang telah melakukan langkah-langkah strategis dengan menerapkan power wheeling," ujarnya.
Kementerian ESDM saat ini tengah menyiapkan draft aturan terbaru mengenai power wheeling, salah satunya sebagai upaya untuk menggenjot pemanfaatan dari EBT. Pasalnya, potensi pasar dengan menggunakan skema ini sangat besar dan terbuka lebar.
Koordinator Penyiapan Usaha Ketenagalistrikan Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Gigih Atmo mengatakan pemerintah sedang menyusun aturan main agar skema ini dapat diterapkan di Indonesia. "Masih disiapkan draftingnya. Akhir Agustus sudah mulai konsultasi publik," ujarnya.