Krisis Investasi, Industri Migas Harus Dikelola Layaknya Perusahaan
Pemerintah dinilai perlu mengubah strategi dalam mendorong iklim investasi hulu migas di Indonesia. Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) Moshe Rizal menilai industri hulu migas saat ini sudah di tahap krisis investasi sejak beberapa tahun terakhir.
Sementara masih ada beberapa wilayah kerja migas yang menanti untuk dikelola. Oleh karena itu diperlukan revolusi kebijakan fiskal dan sistem kontrak kerja sama yang lebih ramah investasi. Pemerintah dinilai harus mengelola industri migas seperti layaknya sebuah bisnis.
Ia menilai Malaysia dan Vietnam bisa menjadi contoh negara sukses dalam menarik iklim investasi hulu migas. "Perlu strategi marketing dan benchmarking dengan negara-negara produsen lainnya, bagaimana mereka bisa menarik lebih banyak investasi (migas) ke negaranya," kata Moshe kepada Katadata.co.id, Jumat (29/10).
Untuk itu, menurut Moshe pemerintah perlu melakukan perubahan yang revolusioner. Tidak akan efektif jika hanya dilakukan sedikit-sedikit, mengingat persaingan antara negara-negara produsen migas dalam memperebutkan investasi hulu migas semakin ketat.
Sementara, Pendiri ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan pemerintah perlu meningkatkan kualitas blok migas yang ditawarkan lebih baik dan prospektif. Meliputi tingkat kematangan data informasi terkait blok tersebut.
Di samping itu, yang tak kalah penting yakni kondusifitas iklim investasi di Indonesia. Ini meliputi kepastian aturan main, fiscal terms yang ditawarkan, dan kemudahan proses birokrasi perizinan dan pengambilan keputusan.
"Lalu, bagaimana itu semua dapat tersampaikan kepada calon investor dengan baik. Sehingga harapannya, persepsi mereka tentang competitiveness kita menjadi lebih baik, yang kemudian manifestasinya adalah meningkatnya minat untuk berinvestasi ke kita," kata dia.
Dewan Energi Nasional (DEN) mengungkapkan ada beberapa alasan yang membuat investasi hulu migas di tanah air lesu. Salah satunya yakni terkait pembagian bagi hasil produksi (split) untuk kontraktor kontrak kerja sama (KKKS).
Anggota DEN Satya Widya Yudha menyadari iklim investasi migas nasional saat ini masih kurang menarik bagi para investor karena bagi hasil produksi migas RI untuk KKKS cenderung lebih kecil dibandingkan dengan negara tetangga.
"Kalau di Indonesia minyak itu kira kira 15% hingga 25%, dan untuk gas 20% hingga 40%. Malaysia cukup tinggi sampai 80%," kata dia dalam webinar Perkembangan Kondisi Lingkungan Politik-Ekonomi Industri Hulu Migas Nasional, Selasa (14/9).
Seperti diketahui, Kementerian ESDM bakal menyelenggarakan lelang 12 blok migas pada 2022. Dalam lelang tersebut pemerintah memberikan fleksibilitas bagi investor untuk memilih bentuk kontrak kerja sama, gross split atau cost recovery.
Sekretaris Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM Alimuddin Baso mengatakan, pihaknya saat ini tengah menyiapkan WK Migas yang akan di lelang. Kegiatan ini diharapkan dapat menggairahkan iklim investasi hulu migas di Indonesia.
"Kami akan menyiapkan penawaran lelang 12 WK. Diharapkan dapat menarik investor untuk berinvestasi dan membangkitkan kembali gairah investasi hulu migas," kata dia dalam Konferensi Pers Virtual terkait Update Kebijakan dan Capaian Kinerja Sektor ESDM Triwulan III Tahun 2021, Senin (25/10).
Kementerian ESDM sebenarnya telah memulai proses lelang Wilayah Kerja (WK) migas konvensional tahap I 2021 dengan menargetkan 10 WK. Namun realisasinya baru enam WK migas yang ditawarkan, terdiri dari empat WK melalui mekanisme Penawaran Langsung dan dua WK melalui mekanisme Lelang Reguler.
Enam WK migas tersebut di antaranya South CPP, Sumbagsel, Rangkas, Liman, Merangin III, dan North Kangean. Adapun dari empat WK Migas yang ditawarkan langsung setidaknya hanya dua WK migas saja yang laku.
"Lelang tahap dua 2021 direncanakan dilaksanakan pada awal kuartal empat 2021 dan akan kita tawarkan delapan WK Migas," ujarnya.
Guna meningkatkan minat investor terhadap WK migas yang ditawarkan, pemerintah kata Ali terus berupaya melakukan perbaikan. Diantaranya dengan memberikan fleksibilitas kontrak sesuai dengan Permen ESDM nomor 12 tahun 2020.
Selain itu WK migas yang ditawarkan ini juga akan mempunyai hitungan pembagian split yang berbeda dari sebelumnya. Adapun semakin risiko yang dihadapi KKKS besar maka bagian split KKKS akan semakin besar.