Kenaikan DMO Batu Bara jadi 30% di RUU EBT Akan Hambat Transisi Energi

Muhamad Fajar Riyandanu
23 Maret 2022, 18:07
dmo batu bara, batu bara, ebt, transisi energi, energi terbarukan, energi baru terbarukan
ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/foc.
Pekerja mengoperasikan alat berat saat bongkar muat batu bara ke dalam truk di Pelabuhan PT Karya Citra Nusantara (KCN), Marunda, Jakarta, Rabu (12/1/2022).

Usulan menaikkan porsi penjualan untuk pasar dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) batu bara dari 25% menjadi 30% dari total produksi dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBT) dinilai tak sejalan dengan misi transisi energi.

Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan (METI), Surya Darma, mengaku sulit membayangkan adanya kebijakan penambahan DMO batu bara di tengah upaya transisi energi di dalam negeri.

“Saya sulit untuk membayangkan, seolah-olah akan mendorong pemanfaatan batu bara. Itu sama sekali tidak sejalan dengan cita-cita dan target kita dalam menjalankan transisi energi,” kata Darma kepada Katadata.co.id, Rabu (23/3).

Dia menambahkan, seyogyanya pemerintah membuat instrumen regulasi yang memberikan porsi yang lebih besar kepada energi terbarukan agar bisa berkembang lebih cepat. Hal ini menurutnya bisa dilakukan dengan melibatkan swasta.

Koordinator Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara, Tata Mustasya, mengatakan penambahan DMO ini merupakan bagian dari inkonsistensi pemerintah dalam komitmennya untuk melakukan transisi energi.

Selain itu, belum ada rencana yang jelas untuk penghapusan batu bara dan pensiun dini PLTU. Indonesia malah memiliki rencana membangun PLTU batu bara baru sebesar 13,8 GW dalam RUPTL PLN 2021-2030. “Rencana ini akan menghambat transisi energi dalam 30-40 tahun ke depan,” kata Tata.

Tata menambahkan, jika aturan penambahan DMO batu bara disetujui, Indonesia akan gagal melakukan transisi energi secara tepat waktu dan luput dalam upaya mengatasi krisis iklim. Peningkatan penggunaan batu bara dan energi fosil lainnya dalam proporsi yang besar akan menutup ruang EBT.

“Jadi kita memang harus setop batu bara dan energi fosil lainnya untuk akselerasi energi bersih dan terbarukan,” ujarnya.

Manajer Kampanye Tambang dan Energi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Rere Christanto mengatakan penambahan jumlah DMO batubara dalam RUU EBT merupakan bentuk inkonsistensi pemerintah Indonesia dalam KTT Iklim PBB COP 26 di Glasgow, Skotlandia.

Halaman:
Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...