Harga Batu Bara Diramal Stabil di Atas US$ 300/Ton Sampai Akhir Tahun
Harga batu bara disinyalir akan terus meroket hingga akhir tahun akibat situasi global yang tak menentu. Bahkan, harga mineral hitam ini di pasar dunia diperkirakan terus berada di atas US$ 300 per ton.
Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan mengatakan tingginya harga batu bara disebabkan oleh sejumlah peristiwa global seperti krisis listrik yang menimpa India akibat adanya fenomena gelombang panas. Selain itu pelonggaran penguncian wilayah (lockdown) di Cina meningkatkan aktivitas komersial dan mendorong harga.
Selanjutnya, masih berlangsungnya konflik antara Rusia dan Ukraina dirasa ikut mengerek harga batu bara global. Hal ini disebabkan oleh keputusan Uni Eropa yang mengembargo komoditas energi Rusia seperti gas alam dan minyak mentah.
"Suplai energi Eropa akan terganggu. Mau tidak mau negara Eropa harus kembali menggunakan batu bara untuk operasional PLTU untuk menghasilkan listrik. Karena memang batu bara salah satu sosok yang paling mudah dan paling murah," kata Mamit kepada Katadata.co.id, Rabu (8/6).
Kondisi ini juga dipengaruhi oleh faktor cuaca yang mengharuskan sejumlah negara produsen batu bara untuk menurunkan tingkat produksinya. Musim hujan yang diprediksi akan mencapai puncak pada bulan September hingga November diprediksi akan menyebabkan suplai batu bara dunia makin menipis.
"Indonesia sedang memasuki bulan-bulan musim hujan. Ini bisa dipastikan akan sangat mengganggu produksi batu bara. Produsen tidak bisa melakukan optimalisasi. Ketidakpastian pasokan dari Australia sudah terasa karena cuaca yang kadang hujan dan banjir," sambung Mamit.
Melansir laman barchart.com pada Rabu (8/6) pagi, harga batu bara berada di level US$ 397 per ton. "Saya kira harga batu bara sampai akhir tahun masih cukup tinggi karena memang kebutuhan yang meningkat. Bisa sampai level US$ 300-an lebih," ujar Mamit.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan harga batu bara acuan (HBA) bulan Juni 2022 sebesar US$ 323,91 per ton, naik 17% atau US$ 48,27 per ton dibandingkan bulan sebelumnya US$ 275,64 per ton.