ESDM Usulkan SKK Migas Menjadi Instansi Permanen dalam Revisi UU Migas
Kementerian ESDM berharap DPR segera merampungkan Revisi Undang-Undang Minyak dan Gas (UU Migas) guna memperbaiki iklim investasi migas di Indonesia.
Direktur Jenderal Migas Tutuka Ariadji mengatakan Kementerian ESDM telah menyumbangan sejumlah konsep yang akan ditulis di revisi UU Migas. Salah satunya yakni mengubah SKK Migas dari lembaga Ad Hoc ke instansi permanen.
Menurut Tutuka, dengan diubahnya SKK Migas sebagai lembaga yang permanen, lembaga tersebut dapat ditugaskan untuk memberi kepastian hukum kepada investor. "Menurut kami SKK Migas segera dikerjakan menjadi suatu bentuk yang permanen untuk mengubah iklim investasi," ujarnya di Gedung Kementerian ESDM pada Senin (20/6).
Selain itu, dengan disahkannya revisi UU Migas dapat memberi kepastian hukum dan menawarkan insentif yang menarik bagi investor. "Kita itu perlu mengubah secara mendasar iklim investasi dulu. Mudah-mudahan tahun ini DPR bersama kami membahas RUU Migas yang 10 tahun belum selesai," kata dia.
Adanya pengesahan RUU Migas diharap dapat meningkatkan capaian produksi migas di sejumlah cekungan di tanah air. Tutuka menilai, Indonesia membutuhkan modal dan kapital yang besar untuk mengerjakan proyek transisi energi. Modal tersebut bisa didapatkan dari ekploitasi maksimal pada potensi migas yang berada di dalam tanah.
Selain itu, Tutuka mengatakan saat ini banyak negara-negara Eropa yang kembali melirik sumber daya energi fosil. Kondisi ini dilihat sebagai peluang pasar yang dapat menguntungkan Indonesia.
"Kita sebagai negara berkembang butuh modal besar untuk beralih ke energi baru dan terbarukan. Modalnya dari mana? Dari energi fosil yang kita miliki," ujarnya.
Jika nantinya penggunaan energi baru dan terbarukan di Indonesia sudah berjalan secara masif, Tutuka berharap Indonesia tidak hanya berperan sebagai penyerap barang atau pangsa pasar semata. Ia ingin Indonesia bisa menjadi salah satu produsen komoditas yang mendukung energi terbarukan.
"Misalnya mobil (listrik), jangan kita hanya impor barang jadi, compeletely build up. Tapi kita juga harus punya pabrik di sini dan penelitian di sini. Itu butuh modal besar," jelas Tutuka.
Sebelumnya Wakil Ketua Komis VII DPR RI, Eddy Soeparno, pembahasan revisi undang-undang migas baru akan dilaksanakan usai Komisi VII DPR RI menuntaskan Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET). Adapun RUU tersebut ditargetkan rampung pada kuartal III 2022.
"Kami berharap dalam dua mata sidang bisa selesai. Kuartal ketiga tahun ini. Nah segera setelah RUU EBT sudah diajukan dan diputuskan oleh paripurna sebagai RUU dari DPR, kita sudah bisa mulai juga proses untuk Revisi UU Migas," kata Eddy kepada Katadata.co.id, Senin (21/3).
Eddy menambahkan bahwa revisi UU Migas bukan bagian dari revisi UU prioritas. Akan tetapi karena revisi UU ini adalah amanat dari keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), proses revisi tidak perlu menunggu sampai ada keputusan tahap dua dari RUU EBT.
RUU EBT dinyatakan secara resmi sebagai rancangan undang-undang untuk disahkan oleh pemerintah usai adanya pembahasan antara pemerintah dan DPR. "Karena amanat MK, maka harus dijalankan. Tapi kami tidak perlu menunggu itu, ketika sudah dicapai keputusan tahap 1 (RUU EBT) kita bisa memulai tahap revisi UU Migas," ujarnya.