Dukung Ekosistem Kendaraan Listrik, ESDM Telah Bangun 187 Unit SPKLU
Kementerian ESDM terus berupaya menggenjot pengembangan ekosistem Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB). Salah satunya melalui percepatan pembangunan SPKLU atau Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Rida Mulyana mengatakan hingga September 2021 jumlah SPKLU yang telah terbangun di seluruh Indonesia yakni mencapai 187 unit. Adapun SPKLU tersebut tersebar di 155 lokasi.
"Kami siapkan dalam percepatan KBLBB. Sebagai informasi per September 2021 sudah ada 187 unit SPKLU di 155 lokasi," ujar dia dalam diskusi secara virtual, Rabu (13/10).
Sedangkan untuk Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU) yang terbangun hingga September ini jumlahnya mencapai 153 unit yang tersebar di 86 lokasi.
Berdasarkan paparan Rida, sebaran SPKLU tersebut rinciannya yakni, DKI Jakarta 83 unit yang tersebar di 63 lokasi. Jawa Tengah dan DIY mencapai 18 unit yang tersebar di 16 lokasi, Sulawesi 6 unit di 5 lokasi, Sumatera 7 unit di 7 lokasi, lalu Banten 15 unit di 12 lokasi.
Kemudian di Jawa Barat mencapai 29 unit SPKLU dengan sebaran di 29 lokasi, serta Jawa Timur, Bali dan NTB sebanyak 29 unit yang tersebar di 23 lokasi. Simak databoks berikut ini:
Menurut Rida percepatan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai telah mempunyai payung hukum tersendiri. Aturan ini diatur dalam Peraturan Menteri EDM No.13/2020 tentang penyediaan infrastruktur pengisian listrik.
Adapun, SPKLU yang terbangun dapat ditemui di beberapa area, seperti SPBU, SPBG, perkantoran, perhotelan, pusat perbelanjaan, area parkir, maupun rest area jalan tol.
Seperti diketahui, sesuai peta jalan (roadmap), pemerintah menargetkan jumlah SPKLU yang terbangun mencapai 3.860 unit pada 2025, dan 31.900 unit pada 2031. Sementara SPBKLU yang terbangun mencapai 17 ribu unit, dengan jumlah kendaraan listrik baterai mencapai 39.627 unit
Menteri ESDM Arifin Tasrif sebelumnya juga mengklaim harga pengisian listrik untuk SPKLU di Indonesia juga lebih murah dari negara lain, yakni mulai Rp 1.644 hingga Rp 2.466,7 per kWh. "Hanya Tiongkok yang lebih rendah dari Indonesia jika dibandingkan dengan konvensional KBLBB lebih hemat empat kali," ujarnya.
Adapun berbagai regulasi dan insentif yang ditujukan pemerintah bertujuan agar masyarakat beralih ke KBLBB. Hal ini dibutuhkan agar ekosistem kendaraan listrik di Indonesia lebih masif.
Beberapa insentif tersebut antara lain pemberian tarif curah Rp 714 per kWh untuk badan usaha SPKLU dengan tarif penjualan maksimum Rp 2.467 per kWh, serta keringanan biaya penyambungan dan pembebasan rekening minimum selama 2 tahun bagi badan usaha yang bekerja sama dengan PLN.
"Penyederhanaan perizinan berusaha. Badan usaha tidak perlu lagi meminta rekomendasi dari pemerintah daerah dan dapat digantikan dengan dokumen lahan," kata Rida beberapa waktu lalu.