ESDM: Pajak Karbon Ditunda karena Harga Komoditas Energi Masih Tinggi

Muhamad Fajar Riyandanu
23 Agustus 2022, 11:50
pajak karbon
Katadata
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana memberi pemaparan pada event #KATADATASAFE2022 yang digelar secara hybrid

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyampaikan bahwa penundaan implementasi pajak karbon disebabkan karena masih tingginya harga komoditas energi global.

Pemerintah merasa kondisi tersebut menjadi pertimbangan untuk menunda sekaligus mencari momen yang tepat untuk melaksanakan pajak karbon sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP.

"Pemerintah masih melihat kapan waktu yang cocok. Dari sisi harga energi yang cukup tinggi sehingga mungkin sekarang bukan saat yang tepat untuk menerapkan pajak karbon," kata Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Dadan Kusdiana saat menjadi pembicara webinar Sustainability Action For The Future Economy (SAFE) 2022  atau Katadata SAFE 2022 dengan tema "Recover Stronger Recover Sustainable", Selasa (23/8). 

Rencananya, penerapan pajak karbon tahap awal akan diberlakukan bagi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara. Kemudian implementasinya akan diperluas untuk sektor lainnya mulai tahun 2025.

Dalam penerapannya, ada dua skema implementasi pajak karbon. Pertama melalui perdagangan karbon atau cap and trade. Institusi yang menghasilkan emisi lebih dari cap atau batas yang ditentukan, maka bisa membeli sertifikat izin emisi (SIE) dari institusi lain yang emisinya di bawah cap. Opsi lainnya, membeli sertifikat penurunan emisi (SPE).

Selanjutnya ada skema kedua melalu pajak karbon atau cap and tax yang mengatur jika suatu institusi tidak bisa membeli SIE atau SPE secara penuh atas kelebihan emisi yang dihasilkan, maka berlaku skema cap and tax. Ini berarti sisa emisi yang melebihi cap tadi akan dikenakan pajak karbon.

Adapun tarif minumum karbon ditransaksikan senilai Rp 30 per Kg CO2 atau Rp 30.000 per ton CO2 ekuivalen. "Ini sudah ada di undang-undangnya. Ini tinggal masalah waktu dan momennya yang dipastikan," ujar Dadan.

Halaman:
Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...