Holding Pariwisata InJourney Berbenah, Apa Strateginya Agar Tak Rugi?
Holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor aviasi dan pariwisata, PT Aviasi Pariwisata Indonesia atau InJourney sedang membenahi bisnis anggotanya. Tujuannya untuk memperbaiki laba bersih anggotanya dan tidak merugi.
Direktur Utama InJourney Donny Oskaria mengatakan, salah satu strateginya dengan menyesuaikan beban biaya terhadap perkirakan pendapatan. Pada 2022 diprediksi masih terjadi koreksi lalu lintas perjalanan, belum pulih seperti 2019 sebelum pandemi Covid-19.
"Kami akan fokus menurunkan beban biaya, sehingga tidak mengganggu bottom line (laba bersih) dan tidak terus merugi," kata Donny dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (13/12).
Seperti diketahui, klaster bisnis InJourney terdiri dari bandara, maskapai, manajemen destinasi, layanan kargo, dan penerbangan lainnya. Perusahaan yang berada di bawah holding seperti Angkasa Pura I, Angkasa Pura II, Hotel Indonesia Natour, Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko, serta Sarinah.
Donny mengakui, pandemi Covid-19 menyebabkan InJourney tertekan karena bisnisnya berbasis pariwisata. Meski lalu lintas penerbangan belum pulih pada 2022, InJourney memperkirakan kondisi keuangan seluruh perusahaan anggota holding bisa pulih dan positif.
Selain menghitung ulang struktur beban biaya, InJourney meninjau model bisnis anggotanya setelah Kementerian BUMN membentuk holding. Bisnis model anggota holding berubah karena sebelumnya tidak memiliki benang merah dan tidak punya kekuatan.
Sebelum tergabung di holding, bisnisnya terpecah di beberapa BUMN meski berjenis sama. Seperti perhotelan, banyak BUMN yang punya bisnis tersebut. "Sehingga tidak punya kekuatan yang kuat. Tidak memiliki benang merah, apa yang menyatukan seluruh hotel ini?" kata Donny.
Dengan holding InHourney, misalnya, bisnis hotel BUMN berada di bawah payung Hotel Indonesia Group, menjadi satu operator karena sudah terkonsolidasi. Bisnis hotel di bawah holding akan memiliki 122 hotel sehingga diharapkan menjadi yang terbesar di Indonesia.
Contoh lain dari transformasi model bisnis adalah PT Sarinah. Donny berharap Sarinah menjadi perusahaan operator ritel terbesar di Indonesia. Pasalnya, BUMN memiliki banyak pusat perbelanjaan dan punya hunian berorientasi transit alias transit oriented development (TOD) yang berdiri sendiri-sendiri.
"(Karena berdiri sendiri-sendiri) tidak memiliki nilai yang cukup signifikan. Sehingga dengan holding, memiliki skala yang lebih maksimal untuk berkompetisi ke depannya," kata Donny.
Memanfaatkan G20 dan MotoGP untuk Dongkrak Pariwisata
Menurut Donny, InJourney selaku holding pariwisata dan aviasi akan memanfaatkan momentum penyelenggaraan G20 dan MotoGP 2022 sebagai pendongkrak pariwisata Tanah Air. "Kami berharap holding BUMN menjadi core dalam mendorong kebangkitan pariwisata Indonesia," katanya.
Strategi untuk mendorong pariwisata dilakukan dengan mengedepankan keramahan dan menawarkan keunikan yang dimiliki Indonesia. Keunikan dan keramahan tersebut menjadi ujung tombak di setiap klaster bisnis InJourney, mulai dari bandara, maskapai, hotel, dan destinasi wisata.
Melalui holding, masing-masing klaster bisnis bisa mengintegrasikan seluruh produk yang dimiliki untuk menjadi kesatuan. Agar menjadi lokomotif dalam pemulihan pariwisata, InJourney akan menciptakan ekosistem antara klaster-klaster bisnis perusahaan.
Dony berharap dengan beberapa acara berskala internasional, bisa mendongkrak pariwisata. "Sudah dimulai kemarin dengan World Superbike Series. Kami akan menjadi bagian aktif pada G20 dan MotoGP dengan menjadi penyelenggara," kata Donny.
Sektor pariwisata yang terkena hantaman pandemi Covid-19 kini berangsur pulih. Ini terlihat dari adanya kenaikan jumlah wisatawan mancanegara (wisman) per bulan.
Wisman ke Indonesia tercatat sebanyak 138.967 kunjungan pada Juli 2021. Angka ini naik 1,25 % dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang sebesar 137.247 kunjungan.
Wisman yang berkunjung ke Indonesia paling banyak berasal dari Timor Leste, yaitu 76,76 ribu kunjungan atau 55,17 % dari total wisman pada Juli 2021. Kemudian diikuti Malaysia sebanyak 45 ribu atau 32,38 % dan Tiongkok 3,15 ribu atau 2,26 %.