Gebrakan Kebijakan Pangan dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja

Felippa Amanta
Oleh Felippa Amanta
29 Februari 2020, 07:30
Felippa Amanta
KATADATA/JOSHUA SIRINGO RINGO

Selain berdampak positif pada konsumen, pembukaan impor pangan juga akan berdampak positif pada meningkatnya industri pengolahan makanan dan minuman. Bahkan, kebijakan ini berpotensi meningkatkan ekspor Indonesia di bidang tersebut.

Industri makanan dan minuman membawa nilai tambah yang cukup besar dan terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Industri ini berkontribusi sebesar 6,4% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada 2019.

Angka ini meningkat dibandingkan dengan kontribusi sebelumnya sebesar 5,32% pada 2014. Pembukaan impor pangan akan mempermudah industri makanan dan minuman untuk mendapatkan bahan baku yang berkualitas dan terjangkau, sehingga bisa mengoptimalkan proses pengolahan dan produksi.

Kekhawatiran terhadap Daya Saing Petani

Meski begitu, dibukanya keran impor pangan akan menimbulkan kekhawatiran akan dampaknya terhadap kesejahteraan petani. Kekhawatiran inilah yang selama ini menjadi alasan utama mengapa Indonesia selalu menutup akses pangan global. Argumen yang paling sering didengar adalah bahwa jika impor dibuka, petani akan kalah bersaing dan sumber mata pencahariannya akan terancam. Argumen ini didasari asumsi bahwa petani kita tidak kompetitif dibandingkan dengan petani di negeri lain.

Padahal sebenarnya, petani Indonesia memiliki potensi daya tahan dan daya saing yang tinggi yang selama ini kurang tersentuh karena pembatasan kompetisi selama ini. Daya tahan dan daya saing ini juga akan ditingkatkan melalui pasal-pasal Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang lain yang akan mempermudah investasi dan izin usaha termasuk di sektor pertanian.

RUU Cipta Kerja membuka ruang untuk modal asing dan sarana pertanian yang berasal dari luar negeri, seperti perubahan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.

Investasi dan inovasi di bidang pertanian akan mendorong petani Indonesia untuk meningkatkan kinerja mereka di sektor-sektor pertanian, terutama di komoditas yang memiliki keunggulan komparatif seperti kopi, cokelat, jagung, dan beras. Tentunya, petani juga akan menikmati peningkatan usaha mereka berkat peningkatan investasi ini.

Jika disimak lebih mendalam, ternyata Omnibus Law RUU Cipta Kerja tidak hanya mengundang investasi lebih besar, tapi juga mengundang impor di sektor pangan. Rencana kebijakan yang mendukung impor selama ini kontroversial. Namun, gebrakan inilah yang dibutuhkan untuk memastikan ketahanan pangan Indonesia sekarang dan di masa depan.

Semua kekhawatiran bahwa impor akan merugikan petani Indonesia pun akan terjawab dengan kebijakan-kebijakan lain yang ada di RUU Cipta Kerja, yang mendukung investasi dan perbaikan sektor pertanian. Maka, tidak ada lagi alasan bagi kita untuk menutup diri dari dunia luar.

Halaman:
Felippa Amanta
Felippa Amanta
Peneliti
Editor: Redaksi

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...