Menimbang Arahan Jokowi dalam Konsepsi Kelembagaan Hulu Migas

Pri Agung Rakhmanto
Oleh Pri Agung Rakhmanto
31 Maret 2019, 14:50
Pri Agung
Ilustrator: Betaria Sarulina

(Baca: SKK Migas: Investor Masih Ragu Berinvestasi di Indonesia)

Perusahaan migas nasional ditempatkan sebagai pengelola kekayaan migas negara dan sekaligus merupakan wakil dari negara di dalam melakukan kerja sama usaha hulu migas dengan pihak lain.

Sejalan dengan hal itu, perusahaan migas nasional juga dapat difungsikan sebagai kepanjangan tangan negara untuk menjalankan kebijakan-kebijakan pemerintah dalam mencapai tujuan-tujuan negara, termasuk untuk memperkuat keamanan pasokan dan ketahanan energi nasional.

Di dalam merespons dinamika kondisi lingkungan usaha migas, khususnya yang berkembang di tingkat nasional, kelembagaan hulu migas nasional yang baru harus memungkinkan terciptanya pengelolaan hulu migas yang memiliki keluwesan dan kelincahan di dalam bergerak tetapi tetap dalam koridor good governance.

Hal ini terutama untuk menjawab tantangan persoalan perizinan dan birokrasi pengambilan keputusan yang saat ini lebih kompleks seiring dengan berjalannya demokratisasi dan desentralisasi di dalam arena politik ekonomi nasional.

Di sisi lain, kelembagaan hulu migas yang baru juga harus memungkinkan terciptanya iklim investasi dan pengusahaan hulu migas nasional yang tidak saja kondusif dan adaptif tetapi juga kompetitif dalam menghadapi persaingan di tingkat global.

Dalam hal bagaimana menarik investasi, yang di tingkat global persaingannya semakin ketat, kelembagaan hulu migas nasional yang baru harus mampu menciptakan kemudahan dalam berusaha (ease of doing business) bagi para pelaku di hulu migas dengan lebih baik.

Berdasarkan kriteria dan penjabarannya di atas, kelembagaan hulu migas yang baru dapat dikonsepsikan sebagai berikut:

Bagan Tata kelembagaan Hulu Migas dengan BUK/BUMN-K
 



Dalam konsepsi kelembagaan hulu migas di atas, negara melalui pemerintah c.q. Kementerian ESDM sebagai pemegang kekayaan sumber daya migas (mineral rights), melalui Undang-Undang Migas yang baru nanti memberikan kuasa pertambangan (mining rights) atas wilayah migas yang ada di seluruh NKRI kepada Badan Usaha Milik Negara Khusus (BUMN-K) atau Badan Usaha Khusus (BUK).

BUMN-K atau BUK ini merupakan bentuk badan usaha yang dimiliki negara sesuai dengan ketentuan UU BUMN dan UU Perseroan Terbatas yang secara khusus dibentuk dan didirikan berdasarkan UU Migas yang baru (lex specialis) untuk menjalankan fungsi pengelolaan kegiatan usaha hulu migas. Kepemilikan saham BUMN-K atau BUK sepenuhnya di tangan pemerintah dan tidak dapat diperjualbelikan.

BUMN-K atau BUK tidak melaksanakan secara langsung kegiatan operasional hulu migas (eksplorasi dan eksploitasi) tetapi menjalankan fungsi pengelolaan/manajemen dari mining rights. Hal itu dilakukan melalui kontrak kerja sama pengelolaan wilayah kerja dengan Pertamina, kontrak kerja sama dengan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap lain (swasta nasional maupun asing), dan atau dengan melalui mekanisme kepemilikan saham pada pengelolaan wilayah kerja tertentu.

Selain Pertamina, pemerintah juga dapat membentuk BUMN operasional lain untuk melakukan kegiatan hulu migas secara langsung yang merupakan BUMN murni sesuai UU BUMN dan UU Perseroan. Adapun sahamnya dapat diperjualbelikan dan dapat merupakan perusahaan terbuka (Tbk) dan terdaftar di bursa saham.

Konsepsi model kelembagaan ini akan menjadikan pengusahaan hulu migas kembali dilakukan secara Business to Business (B to B). Hal ini akan memungkinan berbagai bentuk kontrak dan atau fiscal regime pengusahaan migas dapat diterapkan secara lebih fleksibel (PSC cost recovery, PSC gross split, service contract, tax & royalty dll), dengan tetap sesuai dengan amanat Konstitusi.

Diharapkan, persoalan ketidakpastian hukum terkait aspek konstitutionalitas yang selama ini ada dapat teratasi. Kepastian hukum ini diharapkan akan menjadikan iklim investasi hulu migas nasional secara keseluruhan lebih kondusif dan kompetitif di dalam menarik investasi.

Sehingga, sektor hulu migas (kembali) dapat lebih menggerakkan perekonomian nasional dan memberikan multiplier effect dalam arti yang lebih luas, untuk mewujudkan kemakmuran rakyat.

Halaman:
Pri Agung Rakhmanto
Pri Agung Rakhmanto
Dosen di FTKE Universitas Trisakti, Pendiri ReforMiner Institute
Editor: Yuliawati

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...