Masalah Laten Bancassurance, Pelajaran dari Jiwasraya

Irvan Rahardjo
Oleh Irvan Rahardjo
16 Oktober 2018, 13:25
irvan rahardjo
ILUSTRATOR I BETARIA SARULINA

Problem laten bancassurance

Setidaknya ada lima potensi masalah yang mengintai di balik berkah bancassurance. Potensi masalah yang dimaksud terkait penjaminan, risiko hukum, risiko tata kelola produk, risiko saat pemutusan kontrak, hingga masalah pajak.

Pertama, masalah penjaminan. Bancassurance bukan produk perbankan dan tidak dianggap sebagai simpanan dari bank, tidak dijamin oleh bank, serta bukan bagian dari program penjaminan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang LPS.

Kedua, risiko hukum. Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tanggal 11 November 2014 bahwa perjanjian bancassurance antara Bank Rakyat Indonesia (BRI), BRIngin Life dan Heksa melanggar Pasal 15 (2) dan 19 a) UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat.

Menurut KPPU, pelanggan harus bebas untuk memilih asuransi jiwa untuk menutup hipotek mereka. Bank harus menawarkan kepada nasabah hipotek asuransi setidaknya dari tiga perusahaan asuransi sebagaimana diatur oleh Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/35/DPNP tanggal 23 Desember 2010 perihal Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Aktivitas Kerjasama Pemasaran dengan Perusahaan Asuransi.

KPPU mengenakan denda sebesar Rp 25 miliar kepada BRI, sebesar Rp 19 miliar kepada BRIngin Life, dan sebesar Rp 13 miliar kepada Heksa. Walau ujung dari perkara itu KPPU harus menelan pil pahit setelah Mahkamah Agung menolak permohonan kasasinya dalam perkara bancassurance tersebut.

Ketiga, risiko tata kelola. Untuk menjadi mitra banccassurance, beberapa bank mensyaratkan licence fee yang bersifat biaya tetap dibayar dimuka baik ada maupun tidak ada realisasi bisnis. 

Praktik licence fee harus dilihat dalam kaitan Peraturan OJK Nomor 73/POJK.05/2016 Tentang Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian. Perusahaan asuransi dilarang untuk menawarkan atau memberikan sesuatu langsung maupun tidak langsung kepada pihak lain untuk mempengaruhi pengambilan keputusan terkait transaksi asuransi.

Diatur juga dalam SE Bank Indonesia bahwa bank wajib memantau, menganalisa dan mengevaluasi kinerja dan reputasi perusahaan asuransi mitra bank secara berkala paling lama sekali dalam 1 tahun, atau sewaktu-waktu apabila terjadi perubahan kondisi kinerja dan atau reputasi perusahaan asuransi mitra yang diketahui melalui berbagai sumber informasi dan bank dilarang bekerja sama bidang asuransi atas perusahaan asuransi yang merugi.

Rencana bisnis yang dibuat bank untuk mendukung rencana aksi bancassurance juga tidak selalu sesuai dengan kriteria underwriting yang ditetapkan perusahaan asuransi. Margin bunga bersih hasil investasi dana nasabah harus memberikan surplus yang berkelanjutan setelah dikurangi biaya distribusi dan biaya akuisisi kanal bancassurance. 

Media mengutip bahwa Jiwasraya menjanjikan return investasi 10 persen kepada nasabah. Dengan komisi agen ke bank sebesar 3 persen dan margin perusahaan asuransi diasumsikan 2 persen, sedikitnya asuransi harus menginvestasikan dana kelolaan dari bancassurance dengan imbal hasil (yield) investasi 15 persen untuk bisa memenuhi return tersebut. Perhitungan ini belum termasuk biaya akuisisi dan biaya pemeliharaan relasi yang harus ada.

(Baca juga: Salah Kelola Investasi Diduga Sebabkan Likuiditas Jiwasraya Tertekan)

Keempat, permasalahan pada saat pemutusan kerja sama dan kontrak polis. Bancassurance acap kali mengalami persoalan kualitas kolektibilitas premi, rekonsiliasi bank, serta pengembalian premi dan komisi pada saat terjadi pemutusan kontrak polis bila tidak cukup dibentuk cadangan.

Produk bancassurance yang umumnya berjangka pendek kerap tidak sesuai dengan horizon investasi yang umumnya berjangka panjang hingga menyebabkan mismatch yang menggerus solvabilitas.

Kelima, permasalahan pajak dan akuntansi. Perlu diwaspadai berbagai bentuk transfer pricing yakni pembebanan yang berlebih pada tingkat usaha patungan hingga merugikan mitra lokal pada periode start up bancassurance untuk keuntungan  mitra  asuransi asing apabila terkait dengan mitra bank asing. Pembebanan biaya start up menjadi isu kritis apakah akan diamortisasi selama jangka waktu kontrak bancassurance berlangsung atau diperlakukan secara cash basis.

Beberapa permasalahan di atas harus dapat diantisipasi dan dimitigasi agar bancassurance tetap terjaga sebagai primadona yang mendatangkan berkah bukan musibah.

Halaman:
Irvan Rahardjo
Irvan Rahardjo
Pendiri Komunitas Penulis Asuransi Indonesia ( KUPASI )

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...