Nasib Investasi Hulu Migas Pasca Terbitnya Aturan Pajak Gross Split

A. Rinto Pudyantoro
Oleh A. Rinto Pudyantoro
29 Desember 2017, 14:38
No image
Ilustrator: Betaria Sarulina

PP Gross Split mengatur pajak penghasilan dan pajak tidak langsung. Perhitungan pajak penghasilan mengatur dua hal yang paling utama. Pertama, berkaitan dengan pola dan tata cara menghitung pajak penghasilan, yang dalam PP tersebut disamakan dengan tata cara perpajakan umum. Pajak dihitung berdasarkan tambahan kemampuan ekonomi, yaitu besarnya penerimaan dikurangi biaya.

Namun karena karakteristik hulu migas berbeda dengan industri umum, maka beberapa biaya ditetapkan sebagai biaya yang tidak diperkenankan dikurangkan dari penghasilan.

Kedua, masalah loss carry forward atau pembebanan rugi perusahaan terhadap keuntungan perusahaan di waktu yang akan datang. Pada ketentuan pajak umum, loss carry forward diperkenankan namun dibatasi 5 tahun.

Artinya, jika tahun pertama perusahaan rugi, maka kerugian tersebut boleh diperhitungkan pada pungutan pajak tahun-tahun berikutnya. Jika setelah tahun kelima masih ada kerugian maka tidak lagi diperkenankan dibebankan dan diperhitungkan, alias hangus. Dengan kata lain, di tahun keenam biaya yang boleh dikurangkan hanya biaya di tahun bersangkutan.

Jika mempertimbangkan karakteristik bisnis hulu migas, tampaknya batasan lima tahun loss carry forward masih kurang lama. Sebab, kegiatan masa eksplorasi yang cukup panjang diikuti pengeluaran biaya cukup besar, plus investasi di masa pengembangan sehingga tidak akan cukup waktu lima tahun penghasilan migas untuk mengembalikan investasi awal tersebut. Alhasil, dalam PP Gross Split, loss carry forward ditetapkan selama 10 tahun.

Masa loss carryforward 10 tahun adalah titik tengah. Sebab, jika mengacu pada PSC lama, pembebanan investasi dalam perhitungan pajak dilakukan sepanjang masa kontrak, melalui mekanisme cost recovery.

Sedangkan 10 tahun adalah masa yang relatif panjang untuk memperhitungkan kerugiaan pada masa investasi awal, dan diyakini berdasarkan pengalaman sebagian besar proyek hulu migas investasi awalnya akan tercover pada masa 10 tahun tersebut. 

Rig Minyak
(Katadata)

PP Gross Split dimaksudkan untuk memperbaiki arus kas investor dan keekonomian proyek. Sebab, pada PSC yang lama, pajak-pajak tidak langsung ditanggung Pemerintah, alias kontraktor tidak perlu dibebani pajak tidak langsung. Demikian juga PSC setelah tahun 2010, yaitu setelah terbitnya PP 79, kontraktor wajib membayar pajak tidak langsung namun bebannya kemudian dibagi secara proporsional antara Pemerintah dan kontraktor.

Semangat itu pula yang dibawa pada PP Gross Split ini. Sebab, jika tidak beban pajak tidak langsung yang cukup besar pada kisaran 18% sampai dengan 28% dari biaya operasional akan memberatkan keuangan investor yang sekaligus mengurangi tingkat IRR (Internal Rate of Return). Ujung-ujungnya membuat investor enggan berinvestasi.

Pada bisnis hulu migas, yang diawali dengan kegiatan eksplorasi yang dinyatakan dalam kontrak bahwa biaya dan seluruh risiko ditanggung oleh kontraktor. Sementara pada masa eksplorasi ini tidak ada jaminan bahwa kegiatan kontraktor akan berhasil menemukan cadangan migas yang ekonomis.

Jika tidak diberikan perlakuan khusus terhadap pajak tidak langsung dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), maka kegiatan ekplorasi tidak akan menarik untuk dikerjakan oleh investor. Makanya, dalam PP Gross Split diatur tentang pembebasan pajak tidak langsung dan PBB, yang sudah barang tentu detail tata caranya perlu diatur lebih lanjut dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

Sedangkan pada masa eksploitasi pada hakekatnya diatur assumed and discharged ‘bersyarat’. Pembayaran pajak tidak langsung dan PBB oleh kontraktor akan diganti sepadan oleh pemerintah melalui tambahan split kontraktor apabila beban pajak tersebut berdampak menurunkan keekonomian projek.

Jadi, pada tingkat keekonomian yang memadai saat POD pertama yaitu pada tingkat IRR yang disetujui oleh Menteri, akan diberikan ‘pengembalian’ pajak tidak langsung berupa penambahan split kontraktor yang sepadan sehingga tingkat keekonomiannya tidak terganggu.

Pola pengembalian pajak ini melalui split lebih bagus dibandingkan PSC setelah PP 79 tahun 2010, walau tidak sebagus PSC lama sebelum PP 79 tahun 2010 yang menganut assumed and discharged otomatis. Namun dapat ditangkap sinyal bahwa dengan konsep tersebut pemerintah peduli dan mengupayakan keekonomian proyek agar sistem Gross Split layak dijalankan.

Walaupun tantangannya masih ada, yaitu pada sisi detail tata acara pelaksanaannya yang memerlukan aturan lebioh lanjut berupa Permen, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) atau Pedoman Tata Kerja (PTK) SKK Migas.

Kendala investasi

Pertanyaannya berikutnya, apakah berbagai upaya pemerintah memperbaiki sisi fiskal dari sistem Gross Split tersebut bakal menjamin peningkatan investasi? Apakah dengan terbitnya PP Gross Split akan segera mendorong investor memutuskan berinvestasi di sektor hulu migas?

Terbitnya Permen No. 52 tahun 2017 dan PP Gross Split sebenarnya baru menyelesaikan salah satu dari 16 persoalan yang menghambat investasi. Sebab, selain masalah fiskal, menurut studi Fraser (2016) masih ada persoalan yang sebenarnya tidak seluruhnya berada di bawah kendali pemerintah.

Penghambat investasi tersebut dapat dikelompokan menjadi delapan item. Pertama, masalah hukum yang mencakup penegakan hukum, tumpang tindih regulasi, kejelasan regulasi perpajakan migas, regulasi lingkungan hidup. Kedua,  kebijakan fiskal.

Ketiga, politik. Keempat, kualitas geologi. Kelima, ketersediaan infrastruktur. Keenam, perizinan dan sengketa lahan. Ketujuh, keamanan. Kedelapan, ketersedian tenaga kerja di daerah operasi.

Misalnya, masalah hukum dan penegakan hukum. Investor saat ini sangat menunggu hadirnya revisi UU Migas yang saat ini masih dalam pembahasan di DPR.

Demikian juga dengan masalah politik. Tahun depan, tahun 2018 dan tahun 2019 disebut sebagai tahun politik. Gejolak politik akan banyak mempengaruhi pertimbangan investor, apalagi investasi hulu migas yang bersifat jangka panjang.

Demikian juga dengan masalah keamanan. Investor sebenarnya sangat alergi dengan aksi demonstrasi yang berbau politik. Sebab, dapat menimbulkan kerusuhan atau tertundanya kegiatan ekplorasi dan eksploitasi. Belum lagi masalah sosial di lapangan atau daerah operasi yang seringkali menghambat kegiatan operasi.

Meski begitu, kelahiran Kontrak Bagi Hasil Gross Split melalui Permen 8 tahun 2017 yang kemudian diperbaiki dengan Permen 52 tahun 2017 dan ditambah lagi dengan PP perpajakan GS, menunjukkan niat dan upaya pemerintah meningkatkan investasi hulu migas yang dalam dua tahun terakhir menurun tajam.

PP Gross Split jelas merupakan faktor penting bagi investor dalam mempertimbangkan investasi di sektor hulu migas.  Namun meletakkan tumpuan dan harapan yang terlalu besar, apalagi menjadikan PP tersebut sebagai satu-satunya penentu peningkatan investasi hulu migas, tampaknya terlalu berlebihan. Faktor fiskal bukan satu- satunya yang menyebabkan invetasi hulu migas menurun. Masih ada tujuh kelompok faktor lain yang mempengaruhi keputusan investasi hulu migas.

Lebih dari itu, sistem Gross Split mengandung unsur opportunity loss and gain yang tidak terkait langsung dengan PP GS. Bagi investor yang mampu memanfaatkan opportunity gain dengan menekan biaya serendah mungkin, maka  sistem Gross Split adalah sebuah tawaran yang menarik.

Sistem bagi hasil baru ini juga cocok untuk perusahaan minyak yang memiliki kelenturan dalam pengelolaan biaya mengikuti fluktuasi harga migas. Perusahaan dapat memanfaatkan dan menikmati margin antara harga dan biaya pada tingkatan harga migas. Bagi perusahan yang seperti ini, PP Gross Split merupakan sweetener.

Semoga ada investor hulu migas yang perusahaannya memiliki ciri-ciri seperti itu mengikuti lelang WK migas tahun ini.

Halaman:
A. Rinto Pudyantoro
A. Rinto Pudyantoro
Dosen Ekonomi Energi Universitas Pertamina dan Penulis Buku Bisnis Migas
Editor: Yura Syahrul

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...