Kalau Berpikir Politik, Tidak Perlu Masuk ke Infrastruktur

Metta Dharmasaputra
1 November 2017, 12:00
No image
Ilustrator: Betaria Sarulina
Presiden Joko Widodo (kedua kanan) didampingi Seskab Pramono Anung (kanan) Menteri BUMN Rini Soemarno (ketiga kiri) Menteri PUPR M Basuki Hadimuljono (ketiga kanan) Gubernur Sumatera Utara T Erry Nuradi (kedua kiri) dan Dirut PT Jasa Marga Desi Arryani (keempat kiri) melihat gerbang Jalan Tol Kualanamu, disela-sela peresmian Jalan Tol Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi dan Medan-Binjai, di Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (13/10).

Dulu kita selalu mengandalkan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Tidak pernah dipikirkan untuk melakukan cara lain, seperti sekuritisasi aset (BUMN). Sumber-sumber pendanaan baru ini yang harus dipikirkan.

Soal peran BUMN?

BUMN sekarang seharusnya bukan lagi harus memiliki aset yang banyak. Jadi, setelah membangun (proyek infrastruktur), lalu nanti dilepas (ke pihak lain), dan dengan dana tersebut kembali membangun di tempat lain.

Bagaimana perkembangannya sejauh ini?

Jalan-jalan sudah terbangun. Irigasi, transportasi masal, dan listrik mulai kelihatan (hasilnya). Saya selalu mendorong agar proyek pembangunan dimulai dengan ujicoba di sebuah kota. Lalu nanti dievaluasi, dan akhirnya akan diikuti oleh tempat-tempat lainnya. Intinya, harus berani memulai. Kalau tidak berani mencoba, maka akan terlambat.

Adakah dampak yang mulai dirasakan?

Pengalihan alokasi dana subsidi bahan bakar minyak ke infrastruktur, serta untuk subsidi kesehatan dan pendidikan, akan mulai kelihatannya hasilnya di tahun depan. Karena itu kita tidak perlu grogi, meskipun banyak yang mengkritik. Akan mulai kelihatan hasilnya di 2018.

Jika memikirkan kepentingan politik, sesungguhnya (saya) tidak perlu masuk ke infrastruktur. Main saja di subsidi BBM dan listrik. Pembangunan pun konsentrasi saja di Jawa. Dengan cara ini, bisa cepat dapat dukungan politik.

Selain itu, karena kita ingin menusantarakan Indonesia, maka tidak bisa pembangunan bersifat Jawa sentris. Infrastruktur justru merupakan sarana pemersatu. Infrastruktur diperlukan untuk meningkatkan arus logistik.

Tentang reklamasi Teluk Jakarta bagaimana?

Rencana reklamasi itu kan sesungguhnya sudah ada sejak 1995 di era Presiden Soeharto. Sudah ada Keputusan Presidennya. Karena itu, penting untuk menjaga marwah kepastian hukum di Indonesia.

Selain itu, reklamasi dilakukan di berbagai negara, seperti Korea Selatan, Belanda dan Singapura. Yang terpenting adalah bagaimana pengawasan pelaksanaannya. Negara yang harus mengatur. Nelayan tidak boleh dirugikan, dan lingkungan harus diurus.

Hal ini sudah dibicarakan dengan Gubernur baru DKI Anies Baswedan dalam pertemuan beberapa waktu lalu?

Belum. Saya tidak membicarakan itu (saat bertemu Anies). Tapi begini, ada yang menjadi kewenangan Gubernur DKI Jakarta, tapi ada yang menjadi kewenangan pemerintah pusat. Sekali lagi, kuncinya adalah di pengawasan dan kontrol. Jangan sampai lingkungan rusak dan nelayan dirugikan.

Halaman:
Metta Dharmasaputra
Metta Dharmasaputra
Co-founder, CEO Katadata

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...