Mengatasi Bahaya Defisit Migas Berkepanjangan

A. Rinto Pudyantoro
Oleh A. Rinto Pudyantoro
21 November 2016, 14:12
No image
Dok Pribadi

Para investor menilai iklim investasi hulu migas di Indonesia kurang kondusif, yang salah satunya berpangkal pada PSC (production sharing contract) yang tidak dilaksanakan secara konsisten. Salah satu contohnya, telah disepakati antara pemerintah dan kontraktor bahwa kontraktor dibebaskan dari pajak-pajak tidak langsung, namun kemudian pemerintah mengeluarkan aturan yang menganulir kesepakatan tersebut.

Demikian juga dengan kesepakatan mengenai penyelesaian perselisihan pelaksanaan kontrak melalui mekanisme arbitrase. Ternyata, pemerintah melalui otoritas perpajakan melakukan koreksi biaya terhadap perselisihan pengakuan biaya, dan membawa mekanisme penyelesaian melalui mekanisme perpajakan, yaitu menggunakan mekanisme penetapan kurang bayar pajak, keberatan dan pengadilan perpajakan.

Iklim investasi akan lebih baik apabila kegiatan eksplorasi dan eksploitasi tidak terkendala oleh penolakan masyarakat, masalah perizinan dan tumpang tindih lahan.

Penolakan oleh masyarakat biasanya berpangkal pada pemahaman keliru, yang menganggap perusahaan minyak sama dengan perusahaan pada umumnya. ConocoPhillips, PetroChina, Medco, PT Pertamina EP, dipandang sama dengan PT Garuda Food, PT Uniliver dan PT Sepatu Bata. Akibatnya masyarakat memperlakukan dan menuntut hak-haknya kepada perusahaan minyak sama seperti terhadap perusahaan umum.

Cara pandang seperti itu membuahkan tuntutan perizinan perusahaan minyak layaknya perusahaan umum. Padahal kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas bersifat khusus. Yaitu, proyek dan asetnya dimiliki pemerintah, demikian juga manajemen dan pengendalinya dilakukan pemerintah.

Kendala tersebut mengakibatkan eksplorasi tidak dapat dapat dilakukan segera setelah menandatangani PSC atau bahkan tidak dapat dilaksanakan sama sekali. Belum lagi bila ternyata WK migas tumpang tindih dengan kehutanan, perkebunan, dan pertambangan mineral lain.

Tiga langkah prioritas

Bahaya defisit migas pada dekade yang akan datang wajib disadari oleh pemerintah. Pada saat itu lifting migas jauh di bawah kebutuhan dalam negeri. Kebutuhan energi Indonesia akan bergantung dari impor migas, dan sisi belanja APBN akan didominasi oleh impor migas. Potensi bahaya luar biasa ini harus dijadikan alasan untuk meletakkan pembangunan hulu migas menjadi prioritas agar potensi tergali secara cepat sehingga malapetaka dapat dihindari.

Iklim investasi migas wajib berubah secara revolusioner. Pertama, pemerintah harus mengurangi risiko bisnis dengan menjamin bahwa Kontrak Kerjasama yang telah disepakati dijalankan secara konsekuen. Untuk itu semestinya hanya ditunjuk satu derigen di pemerintah yang menentukan arah kebijakan bisnis hulu migas. Sebagai contoh, jika sang derigen sudah mengatakan bahwa LNG adalah bagian dari kegiatan hulu migas, maka semestinya tidak ada institusi manapun dalam pemerintah yang berbeda pendapat.

Kedua, keputusan dan aturan yang dirasakan sebagai disinsentif fiskal wajib dihilangkan. Ketiga, pemerintah hendaknya menjamin bahwa WK yang dioperasikan oleh kontraktor sudah dilengkapi dengan perizinan pendukung operasi, serta bebas tumpang tindih dengan lahan usaha lain.

Dengan begitu, semoga investasi migas hulu migas kembali bergairah yang berujung pada penemuan cadangan migas baru, dan Indonesia terselamatkan dari defisit migas yang berkepanjangan.

Halaman:
A. Rinto Pudyantoro
A. Rinto Pudyantoro
Dosen Ekonomi Energi Universitas Pertamina dan Penulis Buku Bisnis Migas
Editor: Yura Syahrul

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...