Penggunaan Blockchain Bisa Membantu Aksi Melawan Perubahan Iklim

Opini Blockchain
Oleh Stania Puspawardhani - Yandra Arkeman - Dhani S Wibawa
22 Agustus 2022, 17:33
Opini Blockchain
Katadata

Jatuhnya hampir seluruh mata uang kripto tahun ini telah menyebabkan banyak perusahaan berbasis kripto menghadapi kesulitan finansial, dan bahkan kebangkrutan. Periode “Musim Dingin Kripto” diperkirakan akan masih akan berkepanjangan, di mana nilai aset digital berbasis kripto hancur di semua lini.  

Kendati demikian, meskipun mata uang kripto seperti Terra USD dan LUNA hancur remuk, teknologi blockchain yang menjadi dasar aset digital ini, tidak terimbas oleh fluktuasi dunia finansial.    

Blockchain adalah teknologi berbasis internet yang berisi kumpulan catatan bersama dan tidak dapat diubah (disebut blok), yang terhubung dengan pengaman sandi enkripsi (dengan demikian disebut rantai). Catatan besar yang terhubung dalam sistem jaringan online ini tidak dapat diubah karena keunikan enkripsi yang dipakai. 

Hal ini membuat blockchain menjadi sangat efektif dan terpercaya dalam memfasilitasi proses pencatatan transaksi, melacak sumber aset atau pun komoditas, serta membangun reputasi. Blockhain menawarkan nilai tambah dengan mengganti proses manual yang lambat sehingga rentan manipulasi data.

Blockhain untuk Perdagangan karbon

Sebagai lokus mega-biodiversitas dunia, Indonesia memiliki potensi besar untuk memimpin penanganan perubahan iklim di skala regional dan global. Dengan kekayaan ekologinya Indonesia telah menjadi sumber rujukan keragaman genetik, pengembangan industri komoditas yang pesat serta peluasan rantai pasok yang masif. Blockchain dan teknologi tinggi mempercepat dokumentasi, keterlacakan, arsip serta inovasi dari sumber daya alam yang melimpah ini.  

Dalam praktik keberlanjutan lingkungan hidup, blockchain dikenal sebagai sistem telusur yang terpercaya untuk komoditas primadona dunia seperti kopi, tuna, dan kelapa sawit. Hal ini sangat berguna untuk memenuhi ketentuan Rules of Origin (ROO) dalam perdagangan antar negara serta mengurangi biaya administrasi yang tinggi jika ditemukan masalah dalam hal kualitas barang, seperti reputasi produk sampai penarikan kembali. Ketelusuran ini juga sangat bermanfaat dalam melacak penyakit yang dibawa oleh barang perdagangan transnasional.

Petani Masih Belum Menikmati Efek Positif dari Kelapa Sawit
Petani Masih Belum Menikmati Efek Positif dari Kelapa Sawit (Muhammad Zaenuddin|Katadata)
 

Dalam konteks Indonesia, blockchain bahkan dapat dimanfaatkan secara strategis untuk isu lingkungan hidup dan perubahan iklim lewat berbagai cara. Pertama, dokumentasi keragaman genetik. Sebagai salah satu eko-region dengan keanekaragaman hayati tinggi di dunia, Indonesia rentan terhadap bio-piracy atau pembajakan plasma nutfah. 

Masih banyaknya sumber keanekaragaman hayati yang belum terdokumentasi dengan baik, rendahnya identifikasi serta penguasaan teknologi yang minim, memastikan pembagian keuntungan komersial yang adil bagi masyarakat setempat adalah pekerjaan rumah yang jauh dari selesai. Pemanfaatan teknologi canggih seperti blockchain dapat mendukung perlindungan sumber daya genetik, Pengetahuan Tradisional dan Cerita Rakyat (GRTKF) yang dilakukan pemerintah Indonesia di bawah rezim internasional World Intellectual Property Organization (WIPO) secara lebih cepat, transparan dan terpercaya.

Kedua, sertifikasi tanah. Sebagai negara terpadat keempat di dunia dan negara terbesar ke-14 berdasarkan wilayah, tanah menjadi salah satu investasi di bawah sistem semi-kapitalisme, selain sumber penghidupan dan mata pencaharian untuk sebagian besar masyarakat adat. Sertifikasi tanah merupakan proses yang rumit dan memakan banyak waktu. 

Proses birokrasi yang berbelit di mana terdapat penanganan dokumen yang berbeda dari satu instansi ke instansi lain menghasilkan model yang tidak terstruktur dan tata kelola yang semrawut. Blockchain dapat menawarkan harmonisasi serta keterbukaan data yang terpercaya, akses informasi yang lebih ringan, manajemen dokumentasi yang andal, serta proses yang lebih cepat. 

Kajian terbaru menunjukkan bahwa blockhain memiliki setidaknya tiga dampak penting dalam sertifikasi pertanahan, yaitu: (1) meningkatkan digitalisasi hak atas tanah di Indonesia; (2) mengurangi biaya pemrosesan data dan (3) akses yang lebih mudah ke informasi penting.

Manfaat ketiga, rantai pasok lestari. Ketelusuran merupakan salah satu aspek utama dalam manajemen rantai pasok di mana Indonesia memiliki beragam komoditas primadona global dengan rantai pasok yang terus berkembang. Sebagai produsen minyak sawit terbesar dunia, Indonesia memasok 45% permintaan internasional. Saat ini, ketertelusuran minyak sawit dilakukan oleh mekanisme pihak ketiga seperti Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) dan Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO). 

Kendati demikian, mulai muncul inisiatif baru berbasis blockchain, yaitu Palm Oil Block (POB). Sistem ini mengintegrasikan database berisi identitas digital minyak sawit untuk para pemangku kepentingan di seluruh rantai nilai. Smart-contract atau kontrak pintar berbasis blockchain juga dapat digunakan oleh petani kecil untuk menciptakan transparansi harga berdasarkan kualitas dan kuantitas sehingga menguntungkan penjualan tandan buah segar mereka. 

Sebagai produsen dan pengekspor utama kopi, blockhain juga telah digunakan secara luas di Indonesia untuk ketertelusuran dan keberlanjutan komoditas emas hitam ini. Perusahaan seperti Alko Coffee, Blue Korintji, dan Noka Coffee telah menggunakan blockchain untuk menginformasikan pelanggan tentang perjalanan dari kebun ke cangkir dengan memindai Kode QR yang terlampir. 

Perjalanan tuna sirip kuning dan cakalang dari tangkapan nelayan sampai ke tangan pelanggan juga telah diujicobakan di pantai Ambon, di mana blockchain dapat mengatasi keterbatasan sistem dalam mendeteksi praktik perbudakan yang masih berlangsung di dunia nyata. Hal ini sangat bermanfaat dalam memantau aspek penggunaan lahan serta tutupan lahan (Land Use Land Cover / LULC) untuk ekosistem pertanian, konversi hutan serta badan air permukaan yang terdampak dari perubahan iklim. 

Keempat, perdagangan karbon. Sejumlah peneliti telah membahas penggunaan blockchain dalam perdagangan karbon, token Betacarbon, dan pasar online Climatrade. Sejumlah tantangan yang ditemukan antara lain datang dari industri kripto sendiri. Terdapat dua opsi untuk melalukan perdagangan karbon berbasis blockchain, yaitu menggunakan sistem blockchain dan mata uang kripto sebagai alat pembayarannya atau menggunakan blockchain sebagai platform perdagangan karbon yang aman, transparan dan tidak dapat diubah.   

Kelima, Energi Hijau. Sistem energi di Indonesia sangat terpusat dan kebanyakan dimonopoli oleh pemerintah untuk menstabilkan harga. Tetapi biaya distribusi energi semakin tinggi seiring jauhnya jarak dari sumber energi –baik dari pabrik pengilangan maupun instalasi pembangkit listrik. 

Deloitte memprediksi blockchain akan mentransformasi industri energi terbarukan dengan inovasi infrastruktur transaksi yang mudah (seperti smart-contract) dan sertifikasi sumber energi hijau.  Blockchain memiliki keunggulan utama dalam ketertelusuran energi, mulai dari sumber energi, ritel sampai ke komsumsi akhir.         

Pengembangan teknologi sangat vital untuk mengatasi perubahan iklim. Sekretariat Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk Perubahan Iklim, UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change) telah meletakkan sejumlah landasan dalam teks deklarasi asalnya pada tahun 1992, yang membahas aspek promosi, fasilitasi dan keuangan dari teknologi lingkungan hidup serta keahlian untuk mengurangi ataupun mencegah emisi GRK dari aktivitas manusia.

UNFCCC juga mendirikan Badan Technology Mechanism untuk mendukung upaya negara-negara mempercepat dan meningkatkan aksi terhadap perubahan iklim, sesuai komitmen yang telah dituangkan dalam National Determined Contribution (NDC) masing-masing. 

Perubahan iklim merupakan fenomena nyata dan kegiatan manusia telah meningkatkan konsentrasi GRK secara substantif, yang menyebabkan peningkatan suhu bumi dan rusaknya ekosistem. Terdapat dua strategi utama melawan perubahan iklim,  yaitu mitigasi (intervensi untuk mengurangi sumber emisis seperti pembakaran  fosil dari batu bara, minyak dan gas; atau meningkatkan penyerapan GRK) serta adaptasi.

Jika mitigasi berfokus pada penyebab perubahan iklim, maka adaptasi berupaya mengatasi dampak merugikan dari perubahan iklim. Solusi berbasis blockchain yang telah dijabarkan di atas dapat digunakan dalam kedua strategi tersebut. Koleksi keragaman genetik dapat masuk ke dalam strategi adaptasi; rantai pasok lestari dan perdagangan karbon merupakan bagian dari strategi mitigasi; sementara sertifikasi lahan dan energi hijau dapat dikategorikan dalam strategi Adaptasi dan Mitigasi.     

Tantangan Blockchain

Terlepas dari potensinya yang sangat besar, blockchain memiliki sejumlah tantangan. Ini antara lain sudah terdapat sistem transparansi dan keterlacakan yang digunakan secara luas dan efektif, selain blockchain. Selain itu, biaya pengembangan dan implementasi blockchain masih belum jelas. Tantangan hukum dan regulasi baik di tingkat lokal dan tinternasional juga masih belum terpetakan. Risiko integrasi organisasi dan ego sektoral yang masih tinggi juga bisa menghambat pengembangan blockchain. Apalagi teknologi blockchain juga relatif belum dikenal luas di masyarakat. 

Guna merengkuh potensi blockchain dan meminimalisasi keterbatasannya, diperlukan keterlibatan pemangku kepentingan. Ini penting untuk memahami perlunya migrasi dan adopsi blockchain ke dalam sistem secara menyeluruh dan bertahap. Termasuk di antaranya keterlibatan pemerintah, pihak swasta, masyarakat madani, akademia dan individu.   

BNI DUKUNG ENERGI TERBARUKAN
BNI DUKUNG ENERGI TERBARUKAN (ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/aww.)
 

Implementasi teknologi baru yang bersifat disruptif seperti blockchain, robotik dan kecerdasan buatan memerlukan sedikitnya lima faktor utama, yaitu: (1) kepemimpinan; (2) cara pandang terbuka; (3) sumber daya manusia yang memiliki keahlian dan pengetahuan; (4) infrastruktur dan (5) kebijakan dan peraturan yang mendukung.  

Sebagai Presiden G20 tahun ini, Indonesia berada di lini depan untuk memimpin penyembuhan ekonomi global dengan memaksimalkan upaya dalam tiga pilar yang telah dicanangkan, yaitu Arsitektur Kesehatan Global, Energi Berkelelanjutan dan Transformasi Digital. Penggunaan solusi berbasis blockchain untuk mengatasi perubahan iklim merupakan capaian penting dalam target Energi Berkelanjutan dan Transformasi Digital.      

Perubahan iklim merupakan masalah yang nyata dan kini. Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres menamakannya sebagai 'Kode Merah Kemanusiaan', sebuah istilah kedaruratan yang merujuk pada laporan dari Panel Perubahan Iklim Antarpemerintah (Intergovernmental Panel on Climate Change / IPCC) tahun lalu. Mengatasi perubahan iklim dengan teknologi tinggi merupakan sebuah keniscayaan, sebuah kenyataan yang tidak dapat dihindari lagi. 






Opini Blockchain
Stania Puspawardhani

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...