Flygskam, Ketimpangan Emisi, dan Peran Penting Para Pesohor

Marlistya Citraningrum
Oleh Marlistya Citraningrum
17 Januari 2023, 12:37
Marlistya Citraningrum
Katadata

Aksi individu atau perubahan sistemik?

Guna melakukan transisi energi, kebijakan publik menjadi salah satu pilihan karena menaungi beragam sektor dan kuat menerapkan insentif atau sanksi. Di sisi lain, upaya mendorong perubahan perilaku di tingkat individu dan kelompok juga santer dibahas karena secara kolektif mampu menyulut perubahan sistemik. 

Poin ini yang menjadi argumen beberapa ahli bahwa perubahan perilaku dan pengaruh kelompok orang terkaya di dunia, akan mampu berkontribusi pada perubahan sistemik untuk aksi iklim yang lebih kuat dan luas. Nielsen et. al. (2021) menyebutkan kelas sosioekonomi (SES) tinggi (Anda dan saya bisa jadi masuk kategori ini) memiliki setidaknya empat peran non-konsumen sebagai “climate influencer”.

Peran yang dimaksud adalah sebagai investor, teladan atau referensi bagi lingkungan sekitar, bagian dari sebuah organisasi, dan warga negara yang memiliki hak suara dan bisa berkontribusi dalam gerakan sosial. Survei yang dilakukan Institute for Essential Services Reform pada 2019 – 2021 di 7 provinsi di Indonesia menunjukkan hal tersebut. Survei menyebut kelompok SES menengah ke atas bersedia beralih dari listrik saat ini (yang sumbernya didominasi energi fosil) dan menggunakan panel surya. Salah satunya karena motivasi berkontribusi pada pelestarian lingkungan.

Aksi bisa muncul dari kesadaran, terutama pemahaman sebagai penyumbang emisi, dan karena itu bisa mendorong perubahan perilaku untuk mengurangi emisi. Dorongan psikologis dan tekanan sesama (peer) bisa efektif untuk mendorong perubahan ini. ‘Flygskam’ menjadi contohnya. 

Begitu pula dengan beralih ke energi terbarukan, menggunakan kendaraan rendah emisi, memilih (dan menuntut adanya) produk-produk yang berkelanjutan, hingga mengalihkan praktik bisnis ke sektor-sektor yang lebih hijau. Para ahli menyebut fenomena ini sebagai “penularan perilaku” atau behavioral contagion. Pengamatan pemasangan panel surya di rumah yang dilakukan di AS pada 2001 dan 2011 menunjukkan bahwa setiap satu pemasangan baru di dalam satu kodepos dapat memicu kemungkinan pemasangan lainnya dalam 4 bulan, dan lebih cepat lagi setelahnya.

Lucunya, pada tahun 2021, Raffi Ahmad dan Nagita Slavina juga berkontribusi pada meningkatnya pembicaraan tentang panel surya karena mereka memasangnya di rumah baru mereka. Memang sepertinya belum ada penelitian yang menghubungkan aksi mereka pada minat publik untuk ikut menggunakan panel surya. 

Namun, terdapat kenaikan jumlah kunjungan yang signifikan ke website SolarHub.id, sebuah platform yang menyediakan info terkait energi surya dan sejumlah pemasang panel surya. Ini karena salah satu perusahaan di sana menjadi pemasang panel surya di rumah dua pesohor ini.

Bahasan panjang ini tentunya bukan untuk mendebatkan aksi individu (atau sekelompok orang) versus kebijakan publik. Bukan juga menihilkan peran korporasi-korporasi besar penyumbang emisi masif. Justru dengan informasi ini dan ajakan pada kelompok 10% terkaya (di dunia, di Indonesia) dan dengan SES tinggi, kita mendorong munculnya kebijakan publik. Kebijakan ini akan menjadi upaya dekarbonisasi yang berdampak luas dan dibuat dengan melihat kontribusi emisi dan peran tiap kelompok yang berbeda. 

Lucas Chancel dari Lab Ketimpangan Dunia misalnya, merekomendasikan pajak polusi progresif. Ini termasuk penghapusan subsidi energi untuk kelompok kaya dan aturan ketat untuk pembelian yang ‘berpolusi’ (seperti mobil kesekian dan tiket penerbangan). Atau mengambil langkah drastis sekaligus seperti Prancis yang baru-baru ini melarang penerbangan untuk kota-kota yang bisa dicapai dengan kereta dalam waktu kurang dari 2,5 jam.

Sementara untuk kelompok 50% terbawah, rekomendasinya adalah investasi publik untuk akses energi terbarukan, mengembangkan sistem transportasi publik rendah karbon, dan membangun perumahan rendah emisi. 

Di sisi lain, jika para climate influencers bersuara dan beraksi, makin kuat pula tuntutan permintaan untuk kebijakan publik yang mendukung dekarbonisasi. Juga pada korporasi untuk mengubah pola bisnis mereka dan meninggalkan sektor tinggi emisi. Makin banyak pula contoh atau referensi gaya hidup rendah karbon, yang harapannya semakin menular ke khalayak ramai.   

Halaman:
Marlistya Citraningrum
Marlistya Citraningrum

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...