Kebijakan isolasi total atau lockdown hanya bisa diambil oleh pemerintah pusat. Sedangkan, Presiden Jokowi menyatakan pemerintah pusat masih belum mau menggunakan kebijakan tersebut dalam menangani penyebaran virus corona atau Covid-19.

“Sampai saat ini tidak ada kita berpikiran ke arah kebijakan lockdown,” ujar Jokowi di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (16/3).

Dampak Social Distancing

Berbeda dengan lockdown, dampak social distancing terbilang lebih ringan. Secara umum, pembatasan sosial seperti yang diberlakukan di DKI Jakarta, Solo, hingga Kalimantan Timur membuat bisnis retail lesu. Pusat-pusat perbelanjaan, termasuk restoran dan toko-toko menjadi sepi, meski tak ditutup total.

Di Grand Indonesia misalnya, rata-rata jumlah pengunjung harian bisa mencapai 56-60 ribu pada hari biasa, dan 65-70 ribu orang pada akhir pekan. Sejak ada pembatasan sosial, di mana masyarakat menghindari pusat-pusat keramaian, jumlah pengunjung pun merosot.

"Kalau kami lihat dari prosentase penurunannya fluktuatif, sekitar 10-15%, dan ini juga kami pantau terus," kata Corporate Communications GI Annisa Hazarini, dikutip CNBC Indonesia, Rabu, (11/03).

Sementara itu, Direktur PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI) Handaka Santosa mengatakan pusat perbelanjaan SOGO juga mengalami penurunan sekitar 10%. “Itu artinya kami memberikan gimmick promosi untuk membuat customer tertarik untuk berbelanja," ujar Handaka.

Fenomena Tiongkok

Sementara Indonesia baru mulai terjangkit, Tiongkok telah menghadapi virus corona sejak pergantian tahun. Berikut gambaran penyebaran virus corona di Tiongkok dan negara-negara lain:

Firma konsultan manajemen Bain & Company mencatat, saat terjadi pandemi, konsumen cenderung membeli barang-barang kebutuhan pokok dalam jumlah besar. Sebaliknya, pembelian produk fesyen, kosmetik, elektronik, dan barang mewah merosot 60-95% selama masa isolasi.

Selain itu, konsumen juga banyak yang beralih ke e-commerce. JD.com misalnya, melaporkan lonjakan transaksi hingga 215% selama periode Januari-Februari 2020 dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Secara umum, 80% konsumen Tiongkok memilih untuk berbelanja bahan pokok secara online selama pemerintah memberlakukan lockdown. Meski, hanya separuhnya yang terpenuhi karena pasokan yang terbatas.

Belanja Online

Terbatasnya pasokan barang ini juga menjadi tantangan e-commerce Indonesia. “Untuk sayur san buah saya sering belanja di Sayurbox, tapi belakangan stoknya cepat habis,” kata Kartika Candra, seorang ibu pekerja di Jakarta Selatan.

Begitu pula kenaikan transaksi pada sejumlah e-commerce terjadi secara moderat. "Sejauh ini kunjungan dan transaksi tetap tumbuh, tetapi tidak ada perubahan yang signifikan juga," kata Public Relation Lead Shopee Aditya Maulana, Senin (16/3).

(Baca: Bisnis Otomotif Terdampak Corona, Penjualan Mobil Februari Turun 2,7%)

Hal yang sama juga terjadi pada Bukalapak. Head of Corporate Communications Bukalapak menuturkan kenaikan transaksi terakhir kali terjadi saat Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas) pada 1 hingga 15 Desember 2019 lalu, yang mencapai 60%.

“Terkait merebaknya virus Corona, hal ini tidak membawa dampak pada bisnis Bukalapak hingga saat ini. Bisnis Bukalapak masih berjalan seperti biasa,” kata Head of Corporate Communications Bukalapak Intan Wibisono, dikutip Kontan pada Kamis (12/3) lalu.

Sementara itu, Perusahaan ekspedisi SiCepat mencatat kenaikan volume pengiriman sebesar 13%. Chief Marketing Officer SiCepat Wiwin Dewi Herawati mengatakan, antusiasme masyarakat untuk menggunakan jasa kurir pengiriman barang semakin tinggi seiring bertambahnya kasus virus Corona di Indonesia.

"Bisa jadi ini dampak dari transaksi yang dilakukan secara online karena kalau dilihat sekarang betul-betul masyarakat tidak disarankan untuk keluar dari rumah atau ke tempat yang ramai seperti supermarket," ujarnya.

Reporter: Nobertus Mario Baskoro

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement