Keterbatasan dalam hal pembiayaan menjadi kendala utamanya. Untuk membangun 10 juta sambungan pipa air bersih saja dibutuhkan investasi Rp 150 triliun. Belum lagi banyak Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang bisnisnya tidak sehat. Hingga tahun lalu, jumlah PDAM tercatat sebanyak 391 perusahaan. Dari jumlah tersebut, 223 PDAM berkinerja sehat, 99 PDAM kurang sehat, 52 PDAM sakit, dan 17 PDAM yang belum dinilai kinerjanya karena berbagai persoalan.

Panja RUU SDA juga memastikan swasta tetap diperbolehkan mengelola industri AMDK. DPR memikirkan hak rakyat untuk air minum itu yang utama. Tapi industri juga membutuhkan air. Investor yang akan masuk ke Indonesia juga akan berpikir panjang jika ingin berinvestasi di Tanah Air. "Soal AMDK sudah tidak ada lagi masalah. Swasta tentu saja boleh mengelolanya, tidak ada yang berubah," kata Ketua Panja RUU SDA DPR Lazarus.

Masih Ada Penolakan

Kepala Riset Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air (KruHa) Sigit Budiono menilai perubahan sejumlah pasal dalam rancangan beleid membuka ruang swasta melakukan komersialisasi atas air. Dia juga mengkritik dikeluarkannya AMDK dari produk air bersih untuk kebutuhan sehari-hari, tanpa adanya pembatasan.

Menurutnya, pengusaha AMDK bisa mendapat izin pengusahaan air tanpa ada mekanisme kontrol yang jelas. Padahal, volume air yang digunakan perusahaan-perusahaan tersebut sangat besar dan margin keuntungan yang didapat dari bisnis ini bisa mencapai dua kali lipat. "AMDK juga harus segera diatur, mereka kan teriak-teriak terus menolak UU ini, tapi tidak ada aturan pembatasannya,” ujarnya.

(Baca: Pengusaha Keluhkan Pembatasan Penggunaan Air dalam RUU SDA)

KruHa juga meminta pengesahan RUU SDA menjadi UU ditunda. Koalisi menilai substansi RUU Sumber Daya Air banyak mengulang kesalahan seperti dalam UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang SDA. UU tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2015 karena bertentangan dengan konstitusi.

"Kami meminta RUU ini ditunda pembahasannya sampai masa sidang DPR periode berikutnya," kata Nur Hidayati, Direktur Eksekutif Walhi Nasional, mewakili Koalisi dalam jumpa pers Koalisi di Jakarta hari ini, Minggu (1/9).

Menurutnya, naskah akademik RUU SDA yang tengah dibahas DPR periode 2014-2019 tersebut punya semangat membuka akses bagi swasta dalam mengkomersialisasikan air. Pembahasan RUU pada masa transisi DPR saat ini akan mengorbankan keterlibatan publik. Dia pun khawatir DPR tidak substansial dalam merancang RUU ini.

MK Membatalkan UU SDA Tahun 2004

Pada 2015, Mahkamah Konstitusi membatalkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Pembatalan ini merespons gugatan yang diajukan Pimpinan Pusat Muhammadiyah bersama sejumlah masyarakat dan para tokoh.

UU ini dinilai melanggar UUD 1945, karena membebaskan swasta mengelola sumber daya air untuk kepentingan bisnis. Sejumlah pasal dalam UU tersebut membuka peluang privatisasi dan komersialisasi pihak swasta atas pengelolaan SDA yang merugikan masyarakat sebagai pengguna air.

Dengan dibatalkannya UU SDA, MK menghidupkan kembali UU Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan. Tujuannya untuk mencegah kekosongan hukum, hingga adanya pembentukkan undang-undang baru. Makanya, kini DPR tengah menggodok RUU SDA yang baru. Targetnya UU SDA yang baru akan disahkan bulan depan.

Setidaknya ada lima poin yang ditegaskan MK dalam hal pembatasan pengelolaan air. Pertama, setiap pengusahaan air tidak boleh mengganggu dan meniadakan hak rakyat. Soalnya, selain dikuasai negara, air ditujukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Kedua, negara harus memenuhi hak rakyat atas air sebagai salah satu hak asasi manusia berdasarkan Pasal 28I ayat (4) UUD 1945. Hal ini harus menjadi tanggung jawab pemerintah. Ketiga, pengelolaan air pun harus memperhatikan kelestarian lingkungan.

Keempat, sebagai cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak, pengelolaan air harus berada dalam pengawasan dan pengendalian negara secara mutlak. Ini telah diatur dalam Pasal 33 ayat 2 UUD 1945. Kelima, hak pengelolaan air mutlak milik negara, maka prioritas utama yang diberikan pengusahaan atas air adalah BUMN atau BUMD.

(Baca: Pemerintah dan DPR Sepakat Batasi Swasta Berbisnis Air Minum)

Pada 2017, DPR mulai menginisiasi pembahasan Rancangan Undang-Undang SDA yang baru. Bahkan, tahun lalu pembahasan RUU SDA menjadi prioritas utama dalam Prolegnas 2018. Namun, pembahasannya alot dan belum bisa dirampungkan. Kini, Komisi V DPR dan pemerintah telah menyetujui naskah RUU ini dan tinggal menunggu pengesahan dalam sidang paripurna, sebelum periode DPR sekarang berakhir bulan depan.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement