Politisi partai banteng lain, yang juga Sekretaris Kabinet Pramono Anung, mengatakan sebenarnya dari perhitungan yang ada, kekuatan koalisi saat ini sudah melebihi 50% kursi yang ada di parlemen. Meski demikian, keputusan akhir soal kedua partai itu ditampung dalam koalisi atau tidak merupakan kewenangan Jokowi. "Ada tambahan atau tidak, kewenangan sepenuhnya pada Presiden terpilih," kata Pramono, beberapa waktu lalu.

Sementara itu, Anggota Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Fadli Zon enggan berkomentar banyak terkait pertemuan. "Terserahlah, itu bukan urusan saya. Tanya saja sama mereka," kata Fadli, jelang akhir pekan lalu di Gedung KPU.

(Baca: Kubu Prabowo Anggap Pertemuan Jokowi dan AHY Bukan Urusan Politik)

Pernah Terjadi di Era SBY

Analis Politik Exposit Strategic Arief Susanto mengatakan, struktur politik pasca-Orde Baru membutuhkan perimbangan kekuasaan antara pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Perimbangan itu membuat kesepahaman antara eksekutif dan legislatif menjadi nyaris mutlak bagi berjalannya pemerintahan. 

Dia menjelaskan, pemerintahan Jokowi yang pertama yakni 2014-2019 diwarnai beberapa guncangan. Hal ini juga terasa saat era pertama pemerintahan SBY. Alhasil, penguatan koalisi menjadi jalan tengah yang diambil ketika memenangkan Pemilihan Presiden 2009 lalu.

Saat SBY menjadi presiden di era 2004-2009, Partai Demokrat bukan menjadi partai terbesar di parlemen saat itu. Golkar lah yang menguasai DPR. Meski kedua partai itu berlawanan saat Pilpres 2009, ternyata Yudhoyono berhasil membuat partai berlambang beringin itu merapat ke Kabinet Indonesia Bersatu jilid II. "Ini membuat pemerintah terpilih berusaha memperbesar koalisi di DPR agar unggul secara proporsional," kata Arif kepada Katadata

Dari data Situng KPU hingga 18.30 WIB, total perolehan suara lima partai yang berada dalam koalisi Jokowi-Amin mencapai 55,38%. Akan tetapi suara tersebut bisa saja bertambah hingga 70,62% apabila ditambah suara Demokrat (8,24%) dan PAN (7%).

Perkiraan Suara Parpol Koalisi Indonesia Kerja dari Situng KPU

PDIPGolkarNasdemPKBPPPTotal
19,98%13,39%9,76%8,08%4,17%55,38%



Meski demikian, Arif mensinyalir, kebutuhan merapat bukan hanya diperlukan koalisi Jokowi. Terbukanya kesempatan politik pada 2024 membuat banyak aktor politik baru berusaha mencari kesempatan bagi dirinya maupun partainya. "Ini yang sedang diupayakan beberapa pihak, termasuk PAN dan Demokrat," katanya.

Arif juga mengingatkan apabila kedua partai tersebut bergabung, tetap ada risiko yang akan dihadapi pemerintahan Jokowi berikutnya. Hal yang dimaksud adalah pemerintahan yang kurang efektif dalam memenuhi janji politiknya kepada masyarakat. Ini lantaran strategi akomodatif kepada banyak kelompok untuk memperkuat koalisi pemerintah. “Itu sering menjadi harga atas bertahannya kekuasaan,” kata Arief.

Kepala Staf Presiden Moeldoko menduga, Jokowi mungkin sudah memikirkan manuver politik yang bakal terjadi. Moeldoko menyatakan, ada kemungkinan reshuffle kabinet sebelum pelantikan presiden bakal terjadi. Dia menjelaskan, Jokowi-Amin juga membuka kemungkinan PAN dan Demokrat masuk ke pemerintahan 5 tahun ke depan, meski tak harus sebagai menteri.

"Negosiasi tidak hanya di kabinet, bisa saja posisi lain seperti DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) dan MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat)," ujar Moeldoko.

Sementara itu, Sandiaga Uno menyatakan Koalisi Adil Makmur masih solid mengawal hasil Pilpres hingga prosesinya selesai pada 22 Mei mendatang. “Bagi kita, proses ini harus kita tuntaskan sampai akhir,” kata calon wakil presiden pendamping Prabowo tersebut.

(Baca: Peluang Demokrat Gabung Kubu Jokowi, Puan: Perlu Pertimbangan Koalisi)

Halaman:
Reporter: Ameidyo Daud Nasution
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement