Pendaratan Pesawat Bandara Ngurah Rai
Pendaratan Pesawat Bandara Ngurah Rai ( ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana)

Pada 13 Januari lalu, misalnya, sejumlah maskapai penerbangan yang tergabung dalam Indonesia National Air Carrier (Inaca) sepakat menurunkan harga tiket pesawat sebesar 20-60 persen. Keputusan itu diambil setelah pihak maskapai berunding dengan Angkasa Pura, AirNav dan Pertamina.

Industri penerbangan sejatinya memang punya sejarah berkonspirasi menjaga level harga. Pada 2010, KPPU menghukum sembilan maskapai karena menjalankan praktik kartel lewat biaya tambahan bahan bakar (fuel surcharge) sejak 2006 hingga 2009. Namun Pengadilan Negeri Jakarta Pusat membatalkan putusan KPPU tersebut.

Ketua Umum Indonesia National Air Carrier Association (Inaca) Ari Ashkara membantah adanya permainan dagang dalam bisnis transportasi udara. Menurut Direktur Utama Garuda itu, tidak mungkin maskapai menjalankan praktik kartel karena setiap maskapai memiliki segmen pasar yang berbeda-beda.

Awalnya Ari menyatakan harga komponen bahan bakar sebagai penyebab utama kenaikan harga tiket. Namun, setelah muncul bantahan dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dan Pertamina, ia membantah harga avtur secara langsung mengakibatkan harga tiket pesawat lebih mahal.

Penyebabnya adalah beban biaya operasional penerbangan lainnya menjadi lebih tinggi karena pelemahan nilai tukar rupiah. Adapun biaya operasi yang dimaksud Ari Askhara seperti leasing pesawat, perawatan dan lain-lain.

Dampak tiket pesawat mahal

Namun, Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani punya pendapat berbeda. Ia menilai, mahalnya harga tiket disebabkan kongkalikong Garuda dan Lion Air. Sebagai dua maskapai penguasa di Indonesia, mereka dinilai sengaja merilis kebijakan bisnis yang merugikan konsumen.

Pertama, Garuda memangkas tiket promonya yang menyumbangkan sekitar 50 persen dari kapasitas pesawatnya. Kedua, Lion Air mengerek biaya yang harus dibayar konsumen lewat kebijakan bagasi berbayar. Kebijakan itu diikuti Citilink, maskapai anak usaha Garuda.

Keputusan mereka tersebut tentunya mengagetkan dan memberatkan konsumen. Konsekuensinya, banyak konsumen menunda dan mengalihkan rencana perjalanannya.

Hitungan PHRI, kenaikan harga tiket penerbangan berdampak negatif ke tingkat okupansi kamar hotel di Indonesia. Kalau terus berlanjut, tingkat hunian kamar hotel berbintang kemungkinan akan jatuh ke kisaran 40-an persen. Tahun lalu, tingkat okupansi kamar hotel mencapai 55 persen dari jumlah kamar.

Hariyadi meminta pemerintah menghentikan oligopoli dua maskapai tersebut. Caranya memberikan kesempatan sama bagi maskapai penerbangan regional ASEAN untuk masuk ke dalam pasar penerbangan antardaerah.

Scoot (maskapai murah milik Singapore Airlines) dan Jetstar (anak perusahaan Qantas Australia) misalnya, mendapat kesempatan menerbangi rute-rute yang dinilai pemerintah tidak adil harganya.

Persoalannya, pemerintah tidak pernah percaya dengan tudingan kartel tersebut. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi membantah ada kartel karena tidak ada kesepakatan antar satu maskapai dengan maskapai untuk membuat harga tiket menjadi mahal. Namun, dia mempersilakan KPPU menyelidiki lebih lanjut.

Sedangkan KPPU akan menyelidiki keterkaitan kasus sengketa AirAsia dan Traveloka dengan tudingan kartel, termasuk mengungkap apakah ada campur tangan Garuda dan Lion Air dalam kasus raibnya tiket AirAsia di sejumlah lapak agen perjalanan daring.

Halaman:
Editor: Yura Syahrul
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement