Kemudian lewat saluran premium, Telkomsel menyediakan paket data bulanan. Pada awalnya, hanya saluran seperti Warner TV, OH!K, dan Nick Jr yang tersedia. Nantinya, pilihan salurannya terus ditambah. General Manager Corporate Postpaid and Broadband Marketing Communications Telkomsel Himawan Prasetyo menyampaikan, aplikasi MAXstream telah diunduh 4,7 juta.

Sementara itu, PT Elang Mahkota Teknologi atau Emtek Group lewat anak usahanya PT Kreatif Media Karya lebih dulu merilis layanan VoD bernama Vidio pada Oktober 2014. Vidio menayangkan saluran televisi (TV) milik Emtek seperti SCTV dan Indosiar hingga konten berita dari Bintang, Bola, dan Liputan6.

(Baca juga: Merugi tapi Valuasinya Naik, Fenomena Bisnis Digital Indonesia)

Untuk memperluas jumlah pengguna, Vidio dan MAXstream pun sama-sama menayangkan siaran langsung pertandingan Asian Games 2018 pada 18 Agustus-2 September lalu. "Kami targetkan 10 juta unduhan (MAXstream) pada Desember 2018," kata Himawan.

Tak mau kalah, PT MNC Investama Tbk atau MNC Group meluncurkan MeTube pada Mei 2015. Layanan ini menyediakan saluran TV milik MNC Group, termasuk in house production berupa exclusive series. Layanan video meTube ini secara resmi terbuka bagi masyarakat umum pada 29 Januari 2016.

Selain itu, muncul lagi layanan VoD bernama Oona TV besutan anak usaha PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Metranet dan PT NFC Indonesia. Aplikasi ini sudah diunduh satu juta kali, dua bulan sejak diluncurkan. “Kami target dua juta pengguna hingga akhir tahun,” ujar Chief Executive Officer (COO) Metranet Widi Nugroho.

Saat ini Oona TV memiliki 150 konten. Yang menarik, Oona TV mengembangkan program poin bernama TCoint. Pengguna yang menonton iklan melalui Oona TV selama semenit akan mendapat beberapa Tcoint yang nantinya bisa ditukarkan dengan produk lain, seperti pulsa, ataupun produk-produk perusahaan yang bermitra dengan NFC Indonesia.

Guna memonetisasi layanan televisi gratis ini, perusahaan mengintegrasikannya dengan big data. Penonton Oona TV akan dilihat demografinya, mulai dari jenis kelamin, umur, hobi, hingga media sosialnya. Hal itu memungkinkan karena layanan dilengkapi fitur percakapan yang akan memandu pengguna pertama untuk mencantumkan akun media sosialnya. Data yang diperoleh bakal dimonetisasi untuk menggaet pengiklan. 

Secara umum, layanan VoD ini memang sudah lama hadir di Tanah Air. Selain keenam aplikasi itu, layanan VoD yang lebih dulu hadir di antaranya Mivo yang menyajikan saluran TV baik dari dalam maupun luar negeri sejak 2009, serta Kompi TV yang menyiarkan siaran langsung pertandingan olahraga dan saluran TV Indonesia.

Ada pula Firstmedia Go yang merupakan layanan TV streaming dari First Media. Kemudian, ada Usee TV milik Telkom. Layanan ini menyajikan live streaming agenda yang diadakan oleh Telkom, siaran radio dan TV di Indonesia, hingga film. Lalu, ada juga indostreaming; dan super soccer TV.

Layanan VoD semakin berkembang mulai 2016, seiring dengan meningkatnya jumlah pengguna internet di Tanah Air. Berdasarkan data Statista, pendapatan dari iklan berbasis video di Indonesia diproyeksikan mencapai Rp 4,3 triliun pada tahun ini. Tingkat pertumbuhan rata-rata tahunan (CAGR) iklan berbasis video pun diproyeksi 25,9% per tahun.

Pendapatan Iklan Berbasis Video di Indonesia
(Statista)

Lebih lanjut, Statista memperkirakan rata-rata pendapatan dari segmen periklanan video mencapai US$ 2,74 per pengguna. Apalagi, konsumsi iklan berbasis video di Indonesia meningkat lebih dari 300% pada 2017 dibandingkan tahun sebelumnya. Pada periode yang sama, pertumbuhan belanja iklan video juga meningkat hingga lebih dari 700%.

Maka tak heran bila HOOQ dan Iflix masuk ke Indonesia. HOOQ kini menjangkau lebih dari 20 juta orang pengguna terdaftar di Indonesia. Sementara Iflix memiliki lebih dari 15 juta pengguna. Meski dari asing, kedua perusahaan ini menyediakan konten lokal lantaran lebih diminati masyarakat Indonesia.

Meski potensinya besar, Deputi Bidang Akses Permodalan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Fajar Hutomo berpendapat, layanan streaming VoD tidak bersaing dengan bioskop. "Pasarnya berbeda. Layanan VoD itu untuk menonton kedua kali atau kalau tidak sempat. Bioskop akan tetap diminati," ujarnya.

(Baca juga: Tumbuh Dua Digit, Bekraf Fokus Kembangkan Potensi Industri Film)

 Senada dengannya, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Produser Film Indonesia (Aprofi) Linda Gozali juga berpendapat VoD menjadi alternatif distribusi film Indonesia, sehingga segmentasinya berbeda dengan bioskop. “Sebetulnya orang mau mendapatkan hiburan. Kehadiran VoD ini membuka jalur untuk masyarakat yang tidak terjangkau bioskop,” ujarnya.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement