TKDN Migas

Sumber Katadata yang mengetahui rapat itu mengungkapkan, SKK Migas menuai hujan pertanyaan dari Komisi VII. Sebab, dalam paparannya, SKK Migas mengajukan nilai cost recovery sebesar US$ 11,7 miliar pada tahun depan. Padahal, sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani mematok angka US$ 8 miliar. Dalam rapat terbatas kabinet Senin lalu, Presiden Joko Widodo juga meminta pengendalian dana cost recovery.

Karena itulah, anggota DPR menelisik lebih jauh data rincian cost recovery masing-masing kontraktor migas kepada SKK Migas. Selain itu, DPR ingin mengetahui kontrak kerjasamanya yang memang memuat kesepakatan cost recovery dan perhitungan akuntansi dari sebuah proyek.

Alhasil, menindaklanjuti rapat tersebut, pada Selasa pagi, SKK Migas telah meminta para kontraktor migas mulai mengumpulkan data akuntansi. Menurut Deputi Pengendalian Keuangan SKK Migas Parulian Sihotang, data akuntansi milik kontraktor migas tersebut sebenarnya juga kepunyaan pemerintah melalui SKK Migas. Data akuntansi itu juga sudah termuat dalam perjanjian kontrak di bagian book and account.

(Baca: Tekan Cost Recovery, SKK Migas Akan Audit Subkontraktor Migas)

Hanya saja, menurut Parulian, data akuntansi tersebut dahulu dititipkan kepada para kontrakor. “Mereka dititipkan berdasarkan perintah kami, makanya mereka bikin laporan itu adalah kewajiban dia (KKKS) kepada kami (SKK Migas),” ujarnya kepada Katadata, di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Selasa (20/9).

Namun, data yang akan diserahkan SKK Migas ke DPR ini memicu kekhawatiran pelaku industri migas, bahwa data ini nantinya bisa disalahgunakan. Apalagi kalau DPR tahu kontrak dan spesifikasi barang. "Mereka bisa makelarin,” kata sumber Katadata.

Sumber itu menyatakan, kekhawatiran munculnya praktik makelar tersebut merujuk pada pernyataan Pelaksana tugas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Luhut Binsar Pandjaitan, saat rapat di Gedung MPR/DPR, Kamis pekan lalu (14/9). Ia menyatakan, cost recovery akan diutamakan untuk penggunaan produk dalam negeri. (Baca: Pemerintah Optimalkan Anggaran Cost Recovery untuk Produk Lokal)

Alasannya, optimalisasi produk dalam negeri lewat cost recovery dapat memberikan banyak keuntungan bagi negara. Salah satunya, uang yang diganti pemerintah kepada kontraktor migas itu masih tetap digunakan di dalam negeri. Alhasil, akan memacu kegiatan perekonomian nasional.

Sementara itu, anggota DPR Satya Widhya Yudha mengakui, Komisi VII dalam rapat itu memang meminta SKK Migas meningkatkan pengawasan agar cost recovery dapat dimaksimalkan untuk peningkatan produksi dan pendapatan negara. ”Rapat tersebut cukup hangat,” kata dia kepada Katadata, seakan merujuk kepada alot dan lamanya rapat itu berlangsung.

Setelah berlangsung hampir 12 jam, rapat Komisi VII itu malah merekomendasikan pembentukan Panitia Kerja (Panja) mengenai cost recovery.

Pembentukan panja ini masih akan dibicarakan lebih dalam di rapat internal Komisi VII.  (Baca: Berkontrak dengan Huabei, Perusahaan Migas Tak Dapat Cost Recovery)

Kedua, kesimpulan rapat itu adalah Komisi VII DPR mendesak SKK Migas dan Dirjen Migas menyampaikan penjelasan lebih rinci dan tambahan data terkait distribusi perkiraan pendapatan migas tahun 2017 serta data tahun 2015 dan 2016 dengan pola pengisian.

Ketiga, mendesak SKK Migas merealisasikan alat pencatat lifting minyak real time monitoring system untuk memantau lifting minyak bumi secara akurat dan real time di masing-masing separator.

Keempat, mendesak SKK Migas menunda pembayaran cost recovery Enhanced Oil Recovery (EOR) surfaktan oleh Chevron sampai menghasilkan tambahan produksi sebaai hasil kongkrit dari EOR.

Selanjutnya, Komisi VII DPR berencana menggelar kembali rapat kerja dengan Plt Menteri ESDM pada Kamis mendatang (22/9). Rapat itu untuk menindaklanjuti permintaan pengumpulan data dan pertanyaan dari para anggota DPR.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement