Penjualan BSD pada semester I anjlok hingga 35% yoy, dari Rp 3,6 triliun menjadi Rp 2,34 triliun. BSD pun merugi Rp 89,3 miliar karena di saat yang sama beban meningkat dan pos pendapatan lainnya juga turun. Padahal pada semester I 2019 BSD masih meraup untung hingga Rp 2,09 triliun.

Sedangkan penjualan Ciputra Development dan Summarecon Agung masing-masing merosot 10% dan 18%. Alhasil labanya jatuh, Ciputra -42,8% yoy dan Summarecon -93% yoy.

Direktur PT Anugerah Mega Investasma Hans Kwee mengatakan kinerja emiten properti hampir seluruhnya tertekan. Dia menilai pandemi membuat pasar atau konsumen lebih mengutamakan kebutuhan pokok, seperti makanan dibandingkan aset properti. “Kebutuhan pokok yang diutamakan, apalagi orang khawatir pandemi akan berlangsung lama,” ujar Hans.  

Hans meyakini setelah pandemi berakhir konsumen akan kembali menyerbu sektor properti. Menurutnya kondisi demikian telah terjadi di Tiongkok. “Kalau kita belajar dari kasus Tiongkok, sesudah pandemi kinerja properti itu meningkat,” ujarnya.

Perusahaan Pilih Tunda Proyek Baru


Ketidakpastian kapan berakhirnya pandemi corona atau kapan roda perekonomian akan kembali normal membuat perusahaan pengembang properti harus ekstra hati-hati dalam melakukan ekspansi. Alhasil banyak proyek baru yang harus ditunda, sehingga perusahaan properti fokus pada penyelesaian proyek-proyek eksisting.

Summarecon Agung misalnya, menyatakan akan menyesuaikan rencana ekspansinya tahun ini dengan kondisi pandemi. Perusahaan telah menganggarkan belanja modal atau capital expenditure (capex) sebesar Rp 600 miliar dengan rincian Rp 300 miliar untuk akuisisi lahan dan sisanya untuk pengembangan investasi properti.

Lesunya bisnis juga membuat target pra-penjualan tahun ini diturunkan dari semula Rp 4,5 triliun menjadi Rp 2,5 triliun. “Perusahaan masih mempertimbangkan apakah akan merealisasikan akuisisi lahan sesuai anggaran capex,” kata Direktur Utama Summarecon Agung Adrianto P. Adhi pada Agustus 2020 lalu.

Summarecon saat ini masih memiliki cadangan lahan sekitar 2.200 ha yang tersebar di delapan kawasan. Selain menahan diri untuk menambah akuisisi lahan, Adrianto juga memperkirakan realisasi belanja untuk investasi properti tahun ini akan jauh lebih kecil dari anggaran yang dibuat perusahaan.

Summarecon fokus untuk memasarkan proyek-proyek eksistingnya yang rata-rata menargetkan kelas menengah. Pada pertengahan Juli lalu perusahaan meluncurkan kawasan komersial Srimaya di Summarecon Bekasi dengan harga mulai Rp 375 juta. Hanya dalam waktu 5 jam, properti itu ludes terjual.

Begitu pula dengan penjualan rumah tinggal di Blue Crystal Residence Summarecon Mutiara Makassar pada 8 Agustus yang pada tahap pertamanya langsung terjual 53 unit rumah. Perusahaan menawarkan unit di kawasan tersebut pada harga mulai Rp 900 juta hingga Rp 2,3 miliar.

Lipsus Properti 1
Perumahan Millenium City di Parung Panjang, Bogor. (Adi Maulana Ibrahim|Katadata)




Seperti halnya Summarecon, Bumi Serpong Damai memilih untuk melanjutkan proyek-proyek eksisting daripada meluncurkan proyek baru. Perusahaan berhati-hati dalam membelanjakan modalnya selama pandemi dengan tidak membeli atau membuka lahan baru.

BSD memangkas separuh anggaran capex tahun ini dari semula Rp 4-5 triliun menjadi hanya Rp 2-2,5 triliun. “BSD akan terus melanjutkan ekspansi berupa proyek-proyek yang telah berjalan serta program nasional MIQ (Move in Quickly) pada paruh kedua tahun ini dalam mengejar pencapaian target pra-penjualan 2020,” kata Direktur BSD Hermawan Wijaya.

Dia mengungkapkan bahwa program yang diluncurkan sejak akhir Maret 2020 ini merupakan program promosi ‘Ready to Move’ yang memberikan berbagai penawaran menarik bagi konsumen. Program ini pun sukses berhasil membukukan pra-penjualan Rp 650 miliar.

Ciputra Development juga memutuskan untuk tidak melakukan ekspansi lantaran masih lesunya pasar. “Kami fokus pada proyek eksisting yang masih punya potensi,” kata Direktur Independen Ciputra, Tulus Santoso, kepada Katadata.co.id, Kamis (10/9).

Sejak pandemi Ciputra menurunkan anggaran capex-nya tahun ini dari semula sekitar Rp 1,5 triliun menjadi di bawah Rp 1 triliun. Capex ini akan difokuskan untuk melanjutkan konstruksi proyek yang telah berjalan.

Analis CSA Research Institute Reza Priyambada mengatakan ketiga emiten tersebut memiliki variasi produk pada berbagai segmen yang dapat mendorong pertumbuhan penjualan di masa mendatang. “Artinya di semua segmen ada. Itu paling tidak bisa mengantisipasi penurunan permintaan,” katanya.

Head of Research Savills Indonesia Anton Sitorus mengatakan perusahaan properti yang menggarap pasar kelas menengah cenderung proyeknya tetap berjalan di masa pandemi. Kuncinya pada harga yang terjangkau dan produknya tidak berlebihan. "Proyek-proyek aktif yang dilaksanakan dengan konsisten akan memiliki peluang bagus," kata Anton.

Halaman:
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement