Menurutnya, pengujian yang dilakukan dalam waktu singkat membutuhkan sampel di atas 10 ribu orang. "Butuh sampel besar karena pengamatan cuma enam bulan," kata Pandu saat dihubungi Katadata.co.id, Rabu (6/1).

VAKSIN SINOVAC TIBA DI KALIMANTAN SELATAN
VAKSIN SINOVAC TIBA DI KALIMANTAN SELATAN (ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/aww.)

Indonesia memang bukan satu-satunya negara yang menggelar pengujian vaksin Sinovac. Uji klinis juga dilakukan di Turki dengan jumlah 7.000 sampel. Adapun pengujian serupa di Brasil dilakukan kepada 9.000 relawan.

Meski demikian Pandu khawatir hasil uji klinis RI tidak bisa digabungkan dengan uji klinis di Brasil dan Turki lantaran perlu kesepakatan dan kesamaan protokol. Selain itu, ia juga menyayangkan uji klinis hanya dilakukan di Bandung, padahal masyarakat Indonesia bersifat heterogen.

Melihat situasi tersebut, Pandu menilai efikasi vaksin belum bisa dilaporkan kepada BPOM. Semestinya, laporan oleh tim uji klinis baru sebatas kadar antibodi yang dapat diketahui melalui uji klinis fase 1 dan 2.

Adapun, informasi terkait kadar antibodi belum menjamin penerima vaksin tidak akan sakit. Oleh karena itu, perlu uji klinis fase 3 dengan jumlah sampel yang memadai untuk mengetahui efikasi vaksin.  "Jadi BPOM harus menunggu hasil," ujar dia.

Sementara, Epidemiolog dari Griffith University, Dicky Budiman menilai uji klinis vaksin Sinovac telah memadai dengan sampel sebanyak 1.620 orang. Apalagi menurutnya hasil pengujian dapat dikompilasi dengan data dari berbagai negara.

Meski begitu, ia menilai EUA terlalu cepat bila diterbitkan pada 1-2 pekan ini. Menurut Dicky, perlu ada laporan awal uji klinis di Indonesia sebelum EUA diterbitkan. Tanpa hal itu, vaksinasi dianggap  berbahaya.

Ia pun menilai, preliminary report semestinya baru diterbitkan pada akhir atau pertengahan Januari. Setelah itu, data tersebut masih perlu dikaji oleh BPOM.  "Riset vaksin harus dipimpin oleh science, tidak boleh oleh politik, ekonomi, karena ini menyangkut manusia," kata Dicky.

Adapun hasil pengujian di Turki menunjukkan efikasi vaksin Sinovac menapi angka 91,25%. Meski demikian Dicky menjelaskan ada tiga jenis keandalan yang perlu diketahui. Pertama, mengetahui seberapa besar vaksin dapat melindungi dari penyakit.

Kedua, efikasi terkait progress penyakit untuk mengetahui tingkat gejala yang dialami oleh penderita Covid-19 yang telah menerima vaksin. Ketiga, besaran efikasi vaksin untuk mencegah penularan. "Jadi kalau efiasi vaksin tidak ada, vaksin hanya mempunyai fungsi proteksi, tapi tetap bisa menular ke orang lain," ujar dia.

Oleh karena itu, Dicky mengingatkan pemerintah agar pemberian izin EUA tidak mengabaikan atau mempercepat prosedur. Bila hal itu terjadi, ia khawatir ada ketidakpercayaan vaksin Covid-19 di masyarakat.

Halaman:
Reporter: Rizky Alika
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement