Ketiga, kondisi moneter dalam negeri yang lebih stabil, antara lain dengan cadangan devisa yang cukup tinggi mencapai US$ 137,4 miliar pada Juli 2021. Angka cadangan devisa ini jauh lebih tinggi dibandingkan pada Juni 2013 yang hanya mencapai US$ 98,1 miliar. "Ini jauh lebih cukup untuk melakukan stabilisasi," ujarnya.

Cadangan devisa yang tinggi terutama didukung oleh kinerja neraca pembayaran yang lebih baik seiring defisit transaksi berjalan yang jauh lebih rendah. Berdasarkan catatan Bank Indonesia, neraca pembayaran pada kuartal kedua 2021 defisit US$ 312 juta, setelah surplus mencapai US$ 4,49 miliar kuartal sebelumnya. Sementara pada periode awal taper tantrum yakni kuartal II 2013, neraca pembayaran defisit mencapai US$ 1,4 miliar, menurun dibandingkan kuartal sebelumnya yang bahkan mencapai US$ 5,97 miliar. 

Kinerja neraca pembayaran ini tak lepas dari angka defisit transaksi berjalan. Sejak pandemi Covid-19, defisit transaksi berjalan Indonesia mengecil, bahkan sempat mencatatkan surplus pada kuartal III dan IV tahun lalu. Sementara pada kuartal II 2021, defisit transaksi berjalan US$ 2,23 miliar. Angka defisit ini jauh lebih baik dibandingkan kuartal II 2013 yang mencapai US$ 10 miliar, seperti terlihat dalam databoks di bawah ini.

 

Dengan optimisme efek tapering off yang tak terlalu buruk, ia menegaskan kebijakan bank sentral tetap akan fokus mendorong pertumbuhan ekonomi, yakni dengan suku bunga tetap rendah dan kebijakan makro prudensial akomodatif. Sementara efek tapering off  akan diantisipasi BI dengan kebijakan intevensi tiga lapis dan koordinasi erat dengan pemerintah. 

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Febrio Kacaribu memastikan, pemerintah akan menyiapkan langkah mitigasi dalam mengadapi efek yang mungkin timbul dari rencana tapering off  The Fed, terutama pada pasar surat berharga negara. Pemulihan ekonomi AS akan mendorong The Fed memperketat kebijakannya dan menaikkan suku bunga yang dapat berdampak pada aliran modal asing di negara-negara berkembang.

Saat ekonomi Amerika pulih dan suku bunga di negara tersebut naik, investor akan berbondong-bondong menempatkan dana di negara tersebut. Apalagi, jika ekonomi negara-negara berkembang termasuk Indonesia belum sepenuhnya pulih.  "Bagaimana perubahan tingkat suku bunga negara maju terutama AS pada perekonomian negara berkembang terutama capital outflow sudah terlihat dari beberapa tahun terakhir sehingga kami akan memitigasi," kata Febrio.

Risiko tapering off  The Fed sudah jauh-jauh hari diingatkan oleh ekonom Chatib Basri yang memiliki pengalaman menjadi menteri keuangan saat Indonesia berada pada periode taper tantrum. Sejak awal 2021, ia menekankan Indonesia harus pulih lebih cepat dari negara-negara maju, terutama Amerika Serikat demi menghindari arus modal keluar lebih deras.

Saat ekonomi Negeri Paman Sam pulih, tingkat bunga di pasar keuangan negara tersebut akan naik. Arus modal yang tadinya masuk ke Indonesia akan berbalik ke AS. Pada periode taper tantrum 2013, pemerintah dan regulator menerapkan sejumlah kebijakan untuk mengatasi gejolak di pasar saham dan pasar surat berharga negara, salah satunya dengan menggunakan BUMN untuk menstabilkan pasar.

Ekonom Bank Permata Josua Pardede sependapat dengan Bank Indonesia. Menurut dia, pengurangan pembelian obligasi pemerintah AS tidak akan mendorong pelemahan pasar keuangan negara berkembang sedalam saat periode taper tantrum 2013. "Selain pelaku pasar yang sudah memperkirakan sebelumnya, kondisi fundamental ekonomi Indonesia sebagai negara berkembang saat ini cenderung lebih baik," ujar Josua kepada Katadata.co.id. 

Ia juga menilai kebijakan yang dimiliki pemerintah dan BI sudah cukup baik. Meski demikian, menurut dia, pemerintah dan BI perlu mengantisipasi ketidakpastian  pandemi yang akan mempengaruhi kecepatan pemulihan ekonomi nasional.

"Pemerintah dan BI perlu menyiapkan skenario apabila pemulihan ekonomi yang terhambat dan mempengaruhi juga postur defisit APBN pada tahun 2023 yang awalnya diharapkan akan kembali di level maksimal 3% terhadap PDB," katanya. 

Kesinambungan fiskal akan berpengaruh pada ekspektasi investor asing dan lembaga pemeringkat. Padahal, kondisi penilaian mereka penting untuk menjaga arus modal asing di tengah sentimen tapering off  The Fed.  "Secara keseluruhan dampaknya tidak akan seberat 2013, apalagi jika komunikasi pemerintah dengan investor dan lembaga rating  dapat terkelola dengan baik," ujarnya. 

Ekonom BCA David Sumual turut memperkirakan dampak dari tapering off yang akan dilaksanakan The Fed tak akan seberat tahun 2013, terutama pada nilai tukar rupiah. Hal ini  juga didukung oleh porsi kepemilikan asing di surat utang negara jauh lebih rendah dibandingkan satu windu lalu.

Meski demikian, ia menekankan, pemerintah harus mempercepat pemulihan ekonomi dengan mengendalikan kasus Covid-19. Jika ekonomi negara maju pulih jauh lebih cepat, modal asing akan semakin banyak keluar dari Indonesia. "Yang terpenting untuk dilakukan saat ini adalah memulihkan ekonomi lebih cepat," katanya. 

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement