Data BPS menunjukan ekspor ke-18 negara utama Timur Tengah dan Afrika melonjak 41 % pada periode Januari-November 2021 menjadi US 10,96 miliar. 

Ekspor terbesar dikirim ke Uni Emirat Arab yakni US$ 1,7 miliar atau naik 50% dibandingkan periode Januari-November 2020. Mesir berada di tempat kedua dengan nilai ekspor US$ 1,44 miliar, naik 52 % dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Secara prosentase, kenaikan terbesari dicatat Yordania. Ekspor ke negara tersebut mencapai US$ 283,7 juta atau melonjak 211,8%. Ekspor ke Mauritania yang berada di barat laut Afrika melambung 137,3 % ke US$ 176,4 juta pada periode Januari-November 2021. Beberapa komoditas yang mengalami lonjakan ekspor adalah sawit dan kopi.

Di luar Afrika dan Timur Tengah, ekspor ke Eropa Timur dan Amerika Latin juga meningkat tajam.

Ekspor ke Rusia melonjak 60 % pada periode Januari-Oktober  2021 menjadi US$ 1,3 miliar sementara ekspor ke Brasil melonjak 64,6 % pada Januari-Oktober 2021 menjadi US$ 1,28 miliar. Rusia bahkan sudah berkontribusi 2,5% terhadap total ekspor CPO Indonesia.

Tantangan dan Peluang Ekspor Tahun 2022

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto masih optimistis dengan kinerja ekspor tahun depan. Dia memperkirakan booming commodity masih akan berlanjut di tahu depan.

Dia juga mengingatkan bahwa ekspor Indonesia sudah berbasis manufaktur, terutama besi dan baja, sehingga mengurangi ketergantungan terhadap komoditas.

"Dari segi produksi CPO dan demand kepada makanan dan minuman, kami cukup optimsi ekspor 6 bulan pertama masih terjaga,"tutur Airlangga dalam konferensi pers Refleksi Capaian 2021 dan Outlook Ekonomi 2022.

Mantan Menteri Perindustrian tersebut mengatakan persoalan perang dagang serta pasokan akan menguntungkan Indonesia. "Dengan trade war beberapa negara itu meningkatkan atau mengalihkan permintaan ke Indonesia , potensi harus dijaga,"tambahnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengingatkan kenaikan harga komoditas tidak akan bertahan selamanya. Karena itu pemerintah harus mengantisipasi menurunnya harga komoditas. Pasalnya, komoditas yang turun bisa membuat pendapatan perpajakan ataupun non-perpajakan anjlok.

"Kalau sekarang pajak menikmati commodity boom, jangan harap itu bisa terjadi selamanya. Kalau hari ini ekspor bisa tumbuh, jangan punya ilusi pertumbuhannya akan terus kuat. Kita harus menyiapkan diri," kata Sri Mulyani saat melantik pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan, Kamis (30/12).

Peringatan serupa disampaikan Bank Mandiri dalam laporan mereka.  Kepala Ekonomo Mandiri Andry Asmoro mengatakan harga komoditas bisa terkoreksi tahun depan sehingga pemerintah harus mencari sumber pertumbuhan lain, di luar komoditas.

"Pengetatan kebijakan akan dimulai tahun depan sehingga akan berdampak pada harga komoditas. Produksi juga akan kembali normal tahun depan sehingga pasokan akan meningkat,"tuturnya.

Andry mengingatkan melambungnya ekspor pada tahun ini bisa jadi merupakan fenomena yang terjadi sekali waktu dan sulit terulang di tahun depan.

M. Lutfi  pada pertengahan Desember lalu mengatakan Indonesia akan memfokuskan pada upaya peningkatan ekspor hilirasi dan manufaktur untuk menggenjot ekspor tahun depan. Terlebih, beberapa produk hilirisasi seperti besi baja sudah mengalami lonjakan permintaan sepanjang tahun ini.

Data BPS menunjukan besi baja menjadi produk dengan permintaan ekspor tertinggi ketiga tahun ini di bawah batu bara dan CPO. Selama periode Januari-November 2021, ekspor besi baja mencapai  US$ 18,62 miliar atau naik 93 % dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Besi baja berkontribusi sebesar 9,4 % terhadap total ekspor non-migas 2021.

 Mantan Duta Besar RI untuk Jepang tersebut mengatakan lonjakan permintaan masih akan terjadi, terutama dari kawasan Afrika. Karena itulah, dia akan meningkatkan misi perdagangan ke kawasan tersebut untuk tahun depan.

"Dulu Menteri Perdagangan itu perjalanannya ke Amerika dan Eropa, sekarang berhenti sudah. Yang kita perbanyak pergi adalah ke negara-negara yang butuh besi dan baja. Kemana? Ke negara-negara Afrika yang permintaannya masih tinggi,"tutur Lutfi di DPR (13/12). "Kita buka pasar baru di Mozambik atau Tanzania. Kita akan men-shift dan membuka ekspor ke sana."

Lutfi menjelaskan Indonesia tidak harus mengejar ekspor ke Uni Eropa karena rumitnya syarat perdagangan dan masih kecilnya permintaan. Data BPS menunjukan ekspor ke Uni Eropa pada Januari-November mencapai US$ 16,2 miliar atau 8,17% dari total ekspor non-migas.

"Uni Eropa itu yang paling penting kita mengamankan pasar Belanda, Italia, dan Spanyol. Selebihnya terserah. Uni Eropa is yesterday. Kita harus cari pasar baru,"ujar Lutfi.

Lutfi menjelaskan Indonesia akan mengejar kesepakatan dengan mitra dagang untuk meningkatkan ekspor dan membuka pasar baru. Beberapa perjanjian perdagangan yang tengah dikejar untuk diselesaikan adalah dengan MERCOSUR yang membawahi  Brasil, Argentina, Paraguay, dan Uruguay.

Juga, perjanjian dengan negaara Eropa Timur.  Baik MERCOSUR maupun kawasan Eropa Timur akan menjadi gerbang bagi ekspor ke negara lain di kawasan tersebut.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement