“Katanya mau digusur juga untuk perumahan,” kata Qodariyah, salah satu warga Cibiru Hilir yang tersisa. 

Kawasan Tegalluar sudah lama jadi incaran favorit para pengembang. Tepat di seberang stasiun, dipisahkan oleh jalan tol Purbaleunyi, berdiri megah Stadion Bandung Lautan Api yang diresmikan sejak 2013. Sementara tepat di sisi Barat stadion, Summarecon Bandung mengembangkan kawasan hunian tapak. Menurut penuturan warga sekitar, Summarecon kabarnya juga punya lahan terbengkalai tak jauh dari lokasi Stasiun Tegalluar. 

Pengembang lokal juga punya bank tanah di sekitar lokasi. Lahan itu masih berupa sawah-sawah hijau sejauh mata memandang. Sebuah plang peringatan bertuliskan ‘TANAH MILIK MAJU LESTARI PROPERTI GROUP’ terpancang di atas sawah itu. 

Firdaus menceritakan Maju Lestari kini memiliki sebagian besar tanah di Cibiru Hilir. “Warga sekitar sudah jarang yang punya tanah di sini,” tuturnya. 

Euforia pengembangan Tegalluar juga sempat dirasakan Firdaus. Ia mengaku pernah didatangi beberapa orang yang ingin memiliki tanah di kawasan itu. “Saya mah udah enggak punya tanah lagi di sini,” ceritanya sambil tertawa.

Willy Djanga jadi penanggung jawab tanah milik Maju Lestari Properti (MLP) Group di Tegalluar. Nama dan nomor kontaknya terpampang jelas di plang peringatan di Cibiru Hilir. Willy mengatakan MLP Group punya banyak bidang tanah di Tegalluar. Khusus di Cibiru Hilir saja, perusahaan menguasai sekitar delapan hektar.

“Dulu belinya dari warga sekitar sekitar tahun 2011. Kalau dipasang plang baru tahun kemarin,” katanya saat dihubungi Katadata, Minggu (30/1).

Willy bercerita lahan berupa sawah itu kini digarap oleh warga sekitar. Saat pembangunan Stasiun Tegalluar hendak dimulai, sejumlah perwakilan PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI)--konsorsium Indonesia di KCIC–mendatanginya. Ia pun menjadi perantara perusahaan untuk melepaskan sejumlah tanah yang terkena proyek jalur kereta cepat.

Sementara itu, terkait pengembangan lanjutan untuk properti lainnya Willy mengaku belum ada yang pasti. “Kalau dengar-dengar gosip saja sudah banyak,” ujarnya.

Infografik_3 Proyek Kawasan Terpadu Kereta Cepat
Proyek Kawasan Terpadu Kereta Cepat (Katadata/ Pretty Juliasari)

Geliat Tegalluar nampaknya harus ditunda sejenak. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil memastikan pembangunan TOD di titik akhir kereta cepat itu tidak lagi jadi prioritas.

“Gambar TOD-nya sudah saya review dan saya setujui. Tapi memang tidak ada rencana jangka pendek pembangunan TOD di sana,” kata pria yang akrab disapa Kang Emil ini kepada Katadata.co.id, Sabtu (15/1).

Pernyataan ini juga diamini oleh pihak KCIC. Menurut Dwiyana, TOD tidak lagi menjadi prioritas perusahaan. Ia menegaskan KCIC merupakan perusahaan kereta api sehingga fokus saat ini adalah konstruksi jalur kereta cepat. Sebagai gantinya, KCIC akan berfokus mengembangkan properti skala kecil di atas lahan yang sudah diakuisisi.

Dwiyana menjelaskan KCIC sudah menyewa 2,6 hektare lahan di sekitar Stasiun Halim. Selain itu, ada juga tiga hektare di Karawang, dan 7,2 hektare di Tegalluar. Jadi alih-alih menggarap ratusan hektare untuk TOD, perusahaan justru berfokus pada lahan-lahan yang lebih kecil untuk membangun apartemen, perkantoran, dan pusat ritel. “Kalau desain gambar [TOD] sudah jadi semua. Tinggal dijual,” ujarnya.

Nasib Kawasan Walini 

Sementara itu, sejumlah perubahan besar di proyek ini membuat kawasan Walini terkatung-katung. Wilayah ini dikuasai oleh PTPN VIII yang dibudidayakan sebagai perkebunan teh. Inilah lahan yang sedianya akan dipakai PTPN VIII sebagai setoran modal. Namun, menurut Dwiyana, KCIC saat ini lebih membutuhkan setoran uang untuk membiayai proyek.

Pemprov Jabar juga punya ambisi besar membangun kawasan Walini. Menurut rencana, Walini akan dikembangkan jadi kota mandiri juga sebagai ibukota baru provinsi. Namun, kereta cepat kini tak lagi berhenti di Walini.

“Karena stasiun sudah dipindah ke Padalarang, maka tidak ada alasan lagi membangun TOD di Walini dalam waktu dekat,” kata Gubernur Jabar Ridwan Kamil.

Kendati demikian, Emil menegaskan akan tetap melanjutkan pengembangan Walini. Ia berencana mengajak PTPN VIII mencari investor ke luar negeri. Guna mendorong pengembangan kawasan, ia meminta pengelola tol membuka akses tidak jauh di kawasan ini. “Walini nantinya berkembang bukan dalam konteks kereta cepat tetapi karena akses tol,” katanya.

Kendala modal jadi alasan utama KCIC menunda pengembangan TOD. Menurut Dwiyana, investasi untuk mengembangkan properti di atas lahan seluas 2,6 hektare di Halim saja membutuhkan Rp 2 triliun. Perusahaan masih mempertimbangkan berbagai opsi untuk memenuhi kebutuhan investasi. Salah satunya adalah dengan menggandeng mitra strategis. “Perusahaan yang tertarik sudah banyak,” klaim Dwiyana.

Stasiun Tegalluar-Kereta Cepat
Stasiun Tegalluar-Kereta Cepat (Katadata)
 

 

Kerikil Regulasi di Pengelolaan TOD

Sementara KCIC sedang sibuk membenahi urusan teknis dan pendanaan, anggota DPRD Provinsi Jawa Barat juga tengah sibuk mengejar tenggat Raperda Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) 2022-2042. Aturan ini akan jadi tulang punggung konstruksi jalur kereta api dan pengembangan TOD.

Sebelumnya, Presiden memang sudah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 45 tahun 2018 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung. Beleid ini memberikan landasan hukum pemanfaatan wilayah di Jawa Barat, termasuk kawasan yang dilalui kereta cepat. 

Namun Pemprov Jawa Barat tetap harus menyesuaikan rencana pengembangan itu lewat RTRW. “Karena ini sudah masuk proyek strategis nasional, tanggung jawab kami soal regulasi terbatas di RTRW saja,” kata Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil.

Sumber Katadata menyebut saat ini proyek kereta cepat masih kekurangan satu regulasi. Ini terkait dengan pengelola kawasan TOD.

Regulasi semacam ini pernah diterbitkan Gubernur DKI Jakarta melalui Pergub nomor 140 tahun 2017. Isinya berupa penunjukkan PT MRT Jakarta sebagai operator TOD di ibu kota. Saat ini regulasi soal TOD baru diatur lewat Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang nomor 16 tahun 2017 tentang Pedoman Kawasan Berorientasi Transit.

Sementara itu, regulasi soal siapa yang akan mengelola TOD di sekitar jalur kereta cepat belum dibuat. Ini berdampak besar pada status tanah di sekitar lokasi calon TOD. Beberapa warga yang tinggal di sekitar stasiun kereta cepat menuturkan spekulan tanah sudah banyak memborong lahan-lahan di area lokasi.  “Memang tidak bisa kita pungkiri pasti selalu ada permainan spekulan,” kata Dwiyana.

Kendati demikian, ia menegaskan izin lokasi saat ini sudah dipegang oleh KCIC. Sehingga siapapun yang nantinya ingin membangun di kawasan tersebut harus bekerja sama dengan perusahaan.  “Tentu kita maunya win-win solution,” kata Dwiyana. 

Halaman:
Reporter: Amelia Yesidora, Intan Nirmala Sari
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement