Tugas mu'asasah adalah menjamin akomodasi dan logistik jemaah haji selama di Armuzna, mengatur transportasi haji selama di Saudi, memeriksa kelayakan hotel yang digunakan oleh jemaah haji, memediasi sengketa antara jemaah haji dengan hotel atau pihak lain, membantu jika ada komplain atau keluhan dari jemaah haji, mengatur ambulans dan rumah sakit untuk jemaah haji yang membutuhkan, mengatur pemakaman dan pengurusan jenazah jika ada jemaah haji yang meninggal, dan lainnya.

Yang tidak kalah penting, karena memahami teknis pelaksanaan haji, mereka juga berkoordinasi dan memberikan masukan bagi institusi dan kementerian di Arab Saudi yang terlibat dalam penyelenggaraan haji, seperti Kementerian Dalam Negeri, Imigrasi, Kepolisian, dan Garda Nasional Saudi. Dengan kata lain, mu'asasah menjadi perpanjangan tangan Kerajaan Arab Saudi dalam menjalankan fungsi penyelenggaraan haji dan menjadi jembatan komunikasi antara Pemerintah Arab Saudi dengan jemaah haji dan negara pengirimnya.

Menag bertemu Menteri Haji Arab Saudi
Menag bertemu Menteri Haji Arab Saudi (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/foc.)

 

Syarikah yang Komersial

Naiknya Raja Salman bin Abdulazis al-Saud pada 2015 sebagai raja ketujuh Saudi mengubah banyak hal. Lewat apa yang disebut sebagai Visi 2030, Putra Mahkota Muhammad bin Salman mencanangkan program transformasi ekonomi dengan komersialisasi dan swastanisasi sebagai basis strateginya. Urusan haji dan umrah juga termasuk sektor yang diliberalisasi. mu'assasah yang dianggap sebagai barang peninggalan abad pertengahan ditinggalkan. Sebagai gantinya, perusahaan swasta atau syarikah akan menjadi penyelenggara haji.

Tahun ini, setiap negara pengirim jemaah haji, termasuk Indonesia, diminta untuk meneken kontrak dengan perusahaan swasta yang ditunjuk Kerajaan Arab Saudi. Para syarikah inilah yang akan memberikan pelayanan logistik, transportasi, dan akomodasi untuk jemaah haji. Untuk pelayanan di Armuzna, Arab Saudi menetapkan 6 perusahaan swasta sebagai penyedia pelayanan haji di tempat-tempat penting itu. Pemerintah Indonesia memutuskan untuk meneken kontrak dengan Mashariq, salah satu syarikah tersebut. Mashariq Group sendiri adalah grup usaha yang bergerak di banyak sektor industri jasa.

Menurut Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi Tawfiq Al-Rabiah, mekanisme baru ini akan menciptakan iklim kompetisi dan persaingan sehingga setiap negara dapat memilih syarikah yang dianggap terbaik. "Setiap negara punya kesempatan mendapatkan harga terbaik dan layanan terbaik," katanya saat penandatanganan kesepakatan penyelenggaraan ibadah haji 2023 antara Indonesia dan Arab Saudi, Januari lalu. Dengan kontrak yang jelas, setiap syarikah juga akan berlomba memberikan pelayanan yang terbaik.

Problemnya, menurut informasi yang diperoleh Katadata, berubahnya sistem penyelenggara pelayanan haji dari mu'asasah ke syarikah sesungguhnya menghilangkan dimensi spirit pelayanan dan fungsi penjaminan yang dulu diperankan mu'asasah. Sebagai penyelenggara pelayanan haji secara turun temurun, ada dimensi spiritual yang dirasakan para syekh Arab yang menjalankan fungsi muthawif dan munawir untuk para jemaah haji, bahwa mereka adalah pelayan tamu-tamu Tuhan.

Mereka juga mempertaruhkan nama dan reputasi diri dan keluarganya sebagai penyelenggara dan pelayan jemaah haji dari seluruh dunia. "Di Arab Saudi, janji dan garansi personal itu lebih kuat dibanding kontrak legal di atas kertas," kata sumber Katadata.

Selain itu, sebagai perpanjangan tangan kerajaan dalam penyelenggaraan haji, meski bukan pemerintah, mu'asasah sesungguhnya bersifat kuasi-birokrasi. Mereka menjadi pihak ketiga yang memainkan fungsi mediasi dan menjadi jembatan komunikasi aktif antara institusi dan lembaga pemerintah di Arab Saudi dengan jemaah haji dan pemerintah negara pengirimnya.

Dengan skema perjanjian pemerintah langsung ke perusahaan atau government to business (G to B) yang saat ini berlaku, tidak ada lagi pihak yang memainkan fungsi sebagai jembatan dan mediator. Pemerintah Saudi sendiri hanya menjalankan fungsi sebagai pengawas semata, tanpa keterlibatan langsung dalam prosesnya.

Spirit pelayanan kepada tamu-tamu Allah juga hilang dalam logika kontrak dan bisnis perusahaan yang berorientasi profit. Perusahaan juga tidak perlu khawatir akan kehilangan kontrak di musim haji mendatang, meski kinerjanya buruk, lantaran penunjukan syarikah sepenuhnya ditentukan oleh pemerintah Arab Saudi.

Pemerintah Indonesia misalnya, sudah melaporkan kacaunya pelayanan yang diberikan Mashariq. Namun Wakil Menteri Haji Arab Saudi Abdel Fattah Mashat mengatakan, kasus pelanggaran kontrak akan ditindaklanjuti setelah musim haji. "Laporan akan disiapkan sehubungan dengan kegagalan mereka dalam memberikan layanan yang dibutuhkan," katanya tanpa memerinci sanksi untuk syarikah yang dimaksud.

Pemerintah Arab Saudi tampaknya memang tak ambil pusing dengan problem dari skema syarikah. Buktinya, untuk penyelenggaraan haji tahun depan, Saudi menetapkan tidak ada lagi lokasi khusus yang disediakan untuk negara tertentu di Arafah dan Mina. Lokasi di dua tempat penting ini ditentukan oleh negara yang lebih cepat menyelesaikan semua kontrak dengan syarikah.

Problem penyelenggaraan haji dengan potensi minim spirit pelayanan dari pihak Arab Saudi tampaknya masih akan berlanjut.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement