"Misalnya, (Telkomsel) bilang Smartfren jaringannya matiin saja, pelanggannya semua dilayani network Telkomsel itu mereka masih mampu," ungkapnya. Dengan kata lain, investasi triliunan rupiah yang sudah digelontorkan Smartfren untuk membangun jaringan tidak ada artinya karena sebenarnya kapasitas jaringan Telkomsel masih mampu menampung pelanggan Smartfren.

Jika Smartfren dan XL merger, mereka bisa memanfaatkan aset jaringan bersama. Begitu pula dengan spektrum yang dimiliki akan lebih lebar jika digabungkan.

Pelajaran dari Merger Operator Telekomunikasi Sebelumnya

Merger bukanlah hal yang tabu bagi operator telekomunikasi di Indonesia. Pada 4 Januari 2022, Indosat resmi merger dengan PT Hutchison 3 Indonesia (Tri) dalam transaksi senilai US$6 miliar atau setara Rp 86 triliun.

Transaksi telekomunikasi terbesar di Asia ini menggabungkan kedua perusahaan menjadi operator telekomunikasi terbesar kedua dengan pendapatan tahunan hingga US$3 miliar atau Rp 43 triliun. Setelah bergabung, Indosat sebagai entitas yang bertahan berubah nama menjadi Indosat Ooredoo Hutchison yang dikendalikan bersama oleh Ooredoo Group (Qatar) dan CK Hutchison (Hong Kong).

Manajemen Indosat menyebut merger itu menciptakan sinergi operasional yang memungkinkan investasi-investasi yang menguntungkan bagi konsumen, meningkatkan nilai bagi pemegang saham, dan mengoptimalkan kapasitas jaringan. Selain itu, perusahaan hasil merger akan lebih kompetitif di Indonesia dengan keuangan yang lebih kuat.

XL Axiata pun pernah melakukan konsolidasi dengan operator lain, yakni PT Axis Telekom Indonesia (Axis) pada 19 Maret 2014. Pada saat itu, XL mengakuisisi Axis dengan nilai US$865 juta atau Rp 10 triliun.

Konsolidasi kedua perusahaan memungkinkan XL mengatasi masalah tambahan kapasitas spektrum pada waktu itu. Perusahaan juga bisa memanfaatkan aset menara (base transceiver station/BTS) dan jaringan dengan optimal sehingga mengurangi belanja modal dan belanja operasional. Aksi korporasi ini juga membuat skala bisnis XL lebih luas.

Akuisisi XL terhadap Axis sempat ditentang oleh Telkomsel. Pasalnya, Telkomsel merasa sudah membangun jaringan hingga ke pelosok meskipun nilai ekonominya minim. Telkomsel sebagai anak usaha BUMN merasa tidak mendapatkan perlindungan dari pemerintah dengan adanya aksi korporasi XL tersebut.

Lain dulu, lain sekarang. Rencana merger XL dan Smartfren justru mendapat sambutan baik dari kompetitornya. Director & Chief Business Officer Indosat Muhammad Danny Buldansyah mengatakan empat operator yang ada saat ini terlalu banyak. Ia sepakat bahwa tiga operator akan lebih baik bagi industri telekomunikasi Indonesia.

"Jadi, kalau mungkin itu juga yang dilihat oleh Smartfren dan XL, konsolidasi industri itu masih diperlukan," ujar Danny di kantor Indosat Ooredoo Hutchison, Jakarta, Rabu (3/4).

Merger juga bukan hal baru bagi Smartfren. Perusahaan telekomunikasi ini memiliki sejarah panjang. Dimulai dengan kelahiran PT Mobile-8 Telecom pada 2002 hingga diakuisisi oleh Grup Sinar Mas pada 2009 dan merger dengan PT Smart Telecom pada 2011.

Sejarah Smartfren
Sejarah Smartfren (Katadata/Very Anggar Kusuma)

Risiko di Balik Merger XL dan Smartfren

Meski memiliki dampak positif, rencana merger XL dan Smartfren juga diperkirakan bisa menimbulkan efek negatif. Salah satunya adalah oligopoli, yakni kondisi pasar yang hanya dikuasai oleh beberapa pemain saja.

"Harus diwaspadai jumlah pemain yang sedikit itu oligopoli, karena tiga pemain akan menguasai pasar Indonesia," ujar Heru Sutadi, Direktur Eksekutif ICT Institute. Oleh karena itu, ia berharap Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan mengawasi proses merger ini agar persaingan di antara operator telekomunikasi tetap ada, baik dari sisi harga maupun kualitas layanan.

Risiko lainnya adalah pemangkasan jumlah karyawan setelah merger terjadi. Contohnya, pascamerger Indosat dan Tri, perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 300 karyawannya dalam rangka reorganisasi.

Perusahaan menawarkan paket kompensasi berupa pesangon yang besarnya rata-rata 37 kali upah. Nilai kompensasi tertinggi mencapai Rp 4,3 miliar atau setara 75 kali gaji bulanan. Proses efisiensi ini berjalan dengan mulus karena perusahaan sudah melakukan diskusi dengan Serikat Pekerja Indosat.

Bagaimana dengan XL dan Smartfren? Sejauh ini belum ada kabar mengenai kemungkinan PHK karyawan dari merger kedua perusahaan tersebut. Pembahasan merger juga masih berada di tahap awal, sehingga belum sampai ke detail mengenai reorganisasi perusahaan. 

Namun bercermin dari pengalaman Indosat, efek samping reorganisasi bisa diminimalkan selama ada komunikasi yang baik dengan karyawan dan kompensasi yang adil bagi mereka.   

Halaman:
Reporter: Lenny Septiani
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement