Dalam laporan laba rugi reksa dana I-Next G 2, tercatat kerugian investasi yang telah terealisasi sebesar Rp 237,6 miliar pada 2019. Kemudian pada 2020 realisasi kerugian bertambah Rp 19,12 miliar.

Pada awal perjanjian, IIM memproyeksikan skema itu bisa membuat reksa dana berkembang 9,5 persen hingga 11,5 persen per tahun dalam waktu kurang lebih lima tahun. Namun, nilai reksa dana hingga 31 Desember 2021 berkurang menjadi Rp 703,74 miliar atau mengalami penurunan sebesar Rp 296,25 miliar.

Pengamat asuransi Irvan Rahardjo mengatakan konversi sukuk yang tak menguntungkan dimasukkan dalam reksa dana merupakan hal yang lumrah. "Itu cukup lazim, biasa digunakan sejumlah fitur investasi," kata Irvan kepada Katadata.

Nilai sukuk yang terus merosot dalam portofolio reksa dana berstatus unrealized loss atau tercatat mengalami penurunan nilai. Namun, apabila sukuk yang tak menguntungkan tersebut dijual perusahaan negara, maka status unrealized loss menjadi kerugian negara. "Bila sukuk dilepas ada realisasi kerugian investasi. Itu bisa menjadi kerugian negara," kata Irvan.

Irvan juga menyoroti skema pelepasan sukuk yang melalui beberapa pihak. Dia menilai proses itu berpotensi menambah biaya operasional yang dibebankan kepada Taspen. "Seperti upaya merekayasa dengan menjual ke broker kemudian membeli kembali," kata dia.

KPK pun masih menghitung dugaan kerugian negara dalam pengelolaan investasi Taspen dan IIM. "Diduga timbul kerugian negara mencapai ratusan miliar rupiah,” kata Ali singkat.

Dalam catatannya, BPK menganggap skema investasi itu melanggar prinsip kehati-hatian yang menjadi syarat dalam pengelolaan investasi Taspen.

Grafik dugaan pelanggaran kerja sama Taspen dan PT IIM
Grafik dugaan pelanggaran kerja sama Taspen dan PT IIM (Katadata/Very Anggar)

Skema ini juga dianggap melanggar Peraturan OJK No. 23 /POJK.04/2016 tentang Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif. Pada Pasal 6 ayat (1) huruf l disebutkan larangan Manajer Investasi membeli efek dari pemegang unit penyertaan/terafiliasi kecuali pada harga pasar wajar.

Kepada BPK, direksi Taspen menjelaskan merosotnya nilai investasi I-Next G 2 disebabkan kondisi pandemi Covid-19 yang menyebabkan terganggunya binis emiten-emiten yang menjadi underlying reksa dana tersebut.

Adapun, Corporate Secretary PT Taspen Yoka Krisma Wijaya enggan memberikan tanggapan kasus secara detail. "Terkait dengan kasus itu, kami juga masih menunggu proses penyidikan. Kami mendukung serta menghormati proses yang saat ini sedang dilakukan KPK," kata Yoka melalui aplikasi WhatsApp.

Sengkarut Masalah Asuransi di Indonesia

Temuan BPK atas persoalan reksa dana I-Next G 2 adalah bagian dari hasil pemeriksaan selama kurun 2020-2021. Selama dua tahun berturut-turut, BPK memeriksa pengelolaan investasi Taspen untuk periode keuangan 2018-2021.

Pemantauan terhadap perusahaan asuransi milik pemerintah ini menjadi prioritas setelah mencuatnya kasus korupsi ugal-ugalan pada PT Asuransi Jiwasraya dan PT Asabri pada 2020.

Selain menyoroti reksa dana, terdapat temuan menarik lainnya. Misalnya, BPK menghitung solvabilitas Taspen pada 2018-2019 berturut-turut 95,81 persen dan 95,67 persen. Solvabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk membayar utang atau tagihan jangka panjang. Berdasarkan ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), perusahan asuransi perlu menjaga solvabilitas minimal 120 persen.

Selain itu, BPK juga memberikan catatan khusus terhadap pengelolaan investasi saham. Ada tujuh saham yang belum belum mengalami peningkatan nilai dari 2017–2019. BPK menghitung, terdapat potensi kerugian (unrealized loss) dari anjloknya nilai saham sekitar Rp 1 triliun dari tujuh emiten tersebut.

Pengelolaan saham 7 emiten oleh Taspen, 2019
Pengelolaan saham 7 emiten oleh Taspen, 2019 (Katadata/Very Anggar)


Pengamat asuransi Irvan Rahardjo menilai temuan BPK menunjukkan pentingnya untuk terus memantau atau mengawasi Taspen. Apalagi sebelumnya direksi anak usaha Taspen, PT Asuransi Jiwa Taspen (Taspen Life), terseret kasus korupsi . Tahun lalu, mantan Dirut Taspen Life Maryoso Sumaryono didakwa korupsi pengelolaan investasi senilai Rp 133,7 miliar. Maryoso dianggap merugikan negara karena macetnya investasi Medium Term Notes (MTN) Prioritas Finance 2017 sebesar Rp 150 miliar.

Irvan mengatakan kasus-kasus yang dialami Taspen perlu mendapat perhatian, agar tak mengulangi masalah yang terjadi pada Asuransi Jiwasraya dan Asabri. "Taspen memang masih jauh lebih baik dibandingkan Jiwasraya dan Asabri. Tapi pengawasan jangan sampai lengah," kata dia.

Irvan menyebut kasus korupsi jumbo yang terjadi pada Jiwasraya dan Asabri disebabkan lemahnya pengawasan, terutama OJK. "Jangan sampai kasus berulang, kelemahan pengawasan OJK perlu diperbaiki," kata dia.

Deputi Komisioner OJK Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun Iwan Pasila mengatakan saat ini belum ada pengawasan terhadap pengelolaan dana Taspen. “Saya belum bisa komentar,” kata dia.

Juru bicara Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan masalah yang terjadi pada Taspen merupakan kasus lama. Hampir bersamaan dengan momen terjadinya pada Jiwasraya. Dia keberatan kasus Taspen menandakan persoalan asuransi BUMN terus berulang. “Ini kasus lama, sekarang sedang terus diperbaiki,” kata Arya.

Halaman:
Reporter: Lenny Septiani, Ade Rosman, Patricia Yashinta Desy Abigail, Amelia Yesidora

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement