Gojek Akan Terbuka untuk Semua Bank

Image title
Oleh Tim Redaksi
8 Mei 2018, 08:24
Patrick
Ilustrator: Betaria Sarulina | Katadata

Di Indonesia itu bisnis digital bukan teknologi. Walau semua ada aspek teknologinya. Teknologi digital beragam seperti e-commerce, AI, Robotic, Biotech, ada beberapa items. Pengembangan Biotech tak akan berkembang di Indonesia karena sistem pendidikan Indonesia tak mungkin bisa hidup pada saat ini. Robotic di Indonesia susah untuk itu.

Yang bisa itu yang consumer facing dan itu yang terjadi Tiongkok jauh lebih maju dibanding AS. Meski Tiongkok juga mengembangkan AI dan biotech.

Menurut saya yang berkembang di Indonesia  pada consumer facing, bagaimana you need to understand your consumer need. Yang paham kebutuhannya orang Indonesia tentu orang Indonesia. Memudahkan teknologi dan digital untuk service konsumen Indonesia, saya kira angle-nya untuk Indonesia itu. Bukannya hardcore teknologi.

Masuknya investasi asing khususnya Tiongkok menjadi isu politis, ada kekhawatiran terutama di e-commerce bahwa produk yang diperdagangkan dari luar dan barang lokal kalah bersaing. Anda melihatnya bagaimana?

Menurut saya kekhawatiran itu ada. Tapi jawabannya bukan proteksi 100% dengan menutup pasar terhadap persaingan dari impor. Kebijakannya harus seimbang, kita perlu memiliki pandangan jangka panjang, Indonesia mau seperti apa?

Jangan sampai ulangi kesalahan kebijakan minyak dan gas Indonesia. Dulu saat 1970an  Indonesia penghasil produksi migas terbesar di dunia, namun kemudian Pertamina bangkrut di 1974. Sesudah itu Pak Harto membuat kebijakan Pertamina jangan mengambil risiko dan memilih kerja sama saja dengan asing. Dibuat insentif pajak sedemikian yang membuat investor tak pernah bangun pusat R&D atau mengembangkan kapabilitas di Indonesia. Setelah 40-50 tahun kemudian apa yang terlihat? Akhirnya pemerintah buat aturan TKDN dan sebagainya. Itu karena ekosistemnya tidak dibuat.

Ekosistem itu juga quality dan kompetisi, semakin banyak orangnya, supplier-nya, makin murah harganya. Saya kira pemerintah harus berpihak kepada domestic player tapi mesti bijak. Karena harapannya suatu saat akan banyak programer di Indonesia, investasi di pengembangan manusia, dan mau mencari desainer mudah, mesti banyak pemain di sini. Tapi Bukan berarti larang banyak hal dan kontra produktif.  

Kita juga harus paham perusahaan Indonesia itu apa? Di sini selalu melihat definisi PMA (penanaman modal asing) dan PMDN (penanaman modal dalam negeri) kan berasal dari mana modalnya.

Di bisnis ini tak mungkin andalkan modal dalam negeri 100%. Bagaimana Go-Jek bisa bersaing dengan kompetitor yang dapat banyak modal? Yang mesti kita lihat itu adalah satu, perusahaan itu operasinya di mana? Founder orang Indonesia bukan? Berapa banyak SDM? Mereka komit atau tidak investasi di Indonesia? Itu lah perusahaan Indonesia. Bila founder orang Indonesia dan berbisnis di Indonesia, mereka tentu berupaya berbisnis dengan nyaman di Indonesia. Jadi beberapa mindset mesti diubah.

Kedua, tak boleh ada predatory pricing, tak boleh ada subsidi dengan kata lain dumping. Misal bayar supirnya dua ribu rupiah per kilometer tapi dia charge penumpang satu ribu rupiah per km dengan sisanya disubsidi. Perusahaan lokal yang tak punya akses ke pendanaan internasional pasti sudah mati. Pemerintah fokusnya harus mengatur itu bagaimana menciptakan keadilan.

Penentuan harga di transportasi online belum begitu sehat, jadi terpaksa ditekan ke bawah. Akibat subsidi kan?

Subsidi itu mendistorsi keadaan dan berbahaya. Bukan buat kami saja, tapi juga untuk para supir. Seperti kejadian di Grab dan Uber. Mengapa Uber keluar dari Asia Tenggara? Karena mereka mesti profit di AS, sehingga kerugian yang paling besar di Asia Tenggara. Jadi dia sudah kewalahan dan keluar, gabung dengan Grab.

Kami akan fight untuk marketshare karena keadaannya begitu. Pemerintah itu mestinya melihat masalahnya di situ, bukan soal kuota, SIM A, KIR. Kami setuju safety standard. Tapi kalau mau regulated selain safety, yang utama itu adalah persoalan subsidi.

Kenapa bahaya untuk driver? Yang dikeluhkan selama ini pendapatan supir terus turun. Lalu pembayaarannya lama dan ada potongan karena subsidinya berat. Misal dia disubsidi dan penghasilan Rp 8 juta, suatu saat kalau yang lain pada mati, perusahaan akan menurunkan tarif atau pendapatan supir. Misalnya pendapatan Rp 8 juta, untuk beli motor pengeluarannya Rp 7 juta,  masih sisa Rp 1 juta. Lalu penghasilan turun ke Rp 6 juta. Pendapatannya semu. Bisa bahaya begitu. Apapun subsidi tak baik sebenarnya.

digital
Digital (Olah foto digital dari 123rf)

 

Isu kepemilikan apakah harus dibatasi misalnya asing tak boleh dominan?

Pendapat saya, selalu bilang harus dukung karya anak bangsa. Harus ada definisi Indonesia, bukan dari PMA atau PMDN.

Harus ada minimum proporsi saham lokal?

Menurut saya kalau untuk perusahaan Indonesia kalau ada shareholder di Indonesia, R&D dan pegawai di Indonesia, itu enggak perlu (minimum saham). Yang penting praktis bisnisnya fair.

Selentingannya, kenapa Astra dan Djarum masuk untuk perkuat image lokal?

Bukan hanya untuk memperkuat image lokal, yang lokal mesti bersatu. Kalau tidak ya tergusur semua. 

Rencana Go-Jek Go-Publik?

Belum ada. Kami masih fokus di beberapa bisnisnya, memperkuat berbagai hal.

Apakah Northstar akan bertahan terus di Go-Jek atau suatu saat akan dilepas?

Pada akahirnya semua private equity akan dijual. Tapi kan jangka panjang. Di Go-Jek investasi baru sekitar dua tahun. 

Alokasi investasi Northstar di bisnis digital lebih besar?

Tidak, kami masih fokus di bisnis tradisional. Tapi kami tekankan di semua bisnis tradisional harus ada strategi digital. Kami mesti melihat impact digital players, dan kami punya strategi sendiri di digital. Digital ini kan alat agar menjalankan bisnis lebih inovatif dan efisien. Ya kami mesti lihat apa yang bisa dipakai untuk memperbaiki bisnis. Mulai dari pertambangan hingga menjual roti, tak ada yang luput dari disrupsi, 

Tokoh yang paling mendukung bisnis digital yang paling layak dapat apresiasi?

Presiden Joko Widodo paham sekali apa yang mesti dikerjakan. Saya (pernah) memperlihatkan data ranking pendidikan yang di bawah Vietnam. Makanya dia selalu bilang pentingnya pendidikan vokasi,  industri 4.0.  Kita mesti paham kalau tidak jadi penonton semua.

Orang yang di bawah presiden, pelaku usaha atau menteri?

Semua menteri sudah paham dan dapat pesan dari presiden. 

Halaman:
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...